Wednesday, May 6, 2015

Memahami Hindu melalui Bahasa Bali

Bahasa Bali merupakan alat komunikasi bagi masyarakat Bali, dan merupakan bahasa ibu. Segala aktivitas secara langsung atau tidak langsung akan bertumpu dengan bahasa ibunya. Termasuk kehidupan beragama Hindu, maka bahasa ibu merupakan bagian darinya. 
Demikian dikatakan oleh seorang sulinggih berbhiseka Ida Pandita Mpu Nabe Yoga Maha Bhirudhaksa dari Griya Asitasari, Banjar Lebah Pangkung, Mengwi, Badung. Dikatakan lebih jauh, bagaimana ajaran Hindu yang datang dari India bisa dipahami di Bali jika tidak menggunakan bahasa Bali, karena bahasa Weda tidak dapat dipahami oleh umat Hindu yang ada di Bali. 
Berikut petikan wawancara Raditya mengenai peranan bahasa Bali dalam memahami agama Hindu dengan Ida Pandita Mpu Nabe Bhirudhaksa:
Bagaimana sebenarnya posisi bahasa Bali sekarang ini?
Bahasa Bali pada dasarnya tidak mengenal sor singgih, apalagi pada jamannya bali Kuno atau Bali mula. Tapi entah dari mana datangnya untuk kepentingan politik, ternyata bahasa Bali mengenal bahasa Bali lebah tegeh sperti sekarang. Lebih ditekankan sor singgih itu dari segi tri wangsa. Yang berkembang sekarang bukan maksud aslinya, tapi sudah ada pengaruh untuk kepentingan tinggi rendahnya soroh atau wangsa.
Bagaimana pandangan Pandita terhadap perkembangan bahasa Bali dewasa ini?
Secara prinsip tidak ada masalah, karena masyarakat Bali belum meninggalkan bahasa ibunya sebagai bahasa pergaulan, khususnya di Bali. Padahal Bali sudah dijejali oleh kedatangan berbagai etnis yang datang dari berbagai daerah maupun manca negara. Bahasa Bali masih digunakan sebagai bahasa pengantar dalam urusan budaya, adat, agama dan tradisi yang ada di Bali. 
Lantas apa harapan Pandita terhadap perkembangan bahasa Bali dewasa ini?
Tentu sebagai orang Bali di manapun berada harus ingat dan bisa berbahasa Bali. Karena ada kekwatiran orang Bali akan selalu merasa rindu dengan kampung halamannya. Sehingga jarang orang Bali yang tidak akan kembali ke tanah kelahirannya. Setidak-tidaknya bahasa Bali harus dijadikan bagian dari bahasa ibu. Tapi harus dilandasi dengan di mana orang Bali berada termasuk juga pengaruh pergaulannya.
Belum lama ini telah diadakan Kongres Bahasa Bali, apakah betul bahasa Bali sudah dikhawatirkan punah?
Kongres bahasa Bali bukan memberikan vonis bahwa bahasa Bali sudah hancur, sudah diambang kepunahan, tapi memberikan penilaian dan seberapa jauh bahasa Bali dapat dijadikan sarana alat komunikasi oleh pendukungnya. Di samping juga mengajak orang Bali agar bahasa Bali tidak harus ditinggalkan, diremehkan, apalagi dianggap tidak penting. Dengan diadakan kongres akan mengingatkan kepada orang Bali, bahwa bahasa Bali semakin penting dipahami sebagai bahasa pergaulan baik untuk generasi yang akan datang.
Apa kaitan agama Hindu dengan bahasa Bali?
Sangat penting dan sangat terkait dengan agama Hindu. Kalau kita kaji dari asal agama Hindu adalah dari India, lantas apakah dengan bahasa Sansekerta orang Bali mampu memahami agamanya tanpa diawali dengan bahasa Bali itu sendiri? Agama Hindu tidak mungkin dimengerti oleh orang Bali yang tidak tahu bahasa Sansekerta. Perlu dituntun dengan bahasa Bali.
Sejauh mana peranan bahasa Bali terhadap kehidupan beragama di Bali?
Kalau kita perhatikan hampir semua orang Bali dalam memahami ajaran Hindu bertumpu pada bahasa Bali. Tentu kajian ini dasarnya dari bahasa asli dari perkembangan Hindu yang dimotori oleh ahli-ahli agama yang paham dengan bahasa Weda. Berapa orang sih orang Bali bisa berbahasa Weda yang asli? Ini sangat minim, makanya sebagai jalan keluar bahasa Bali selalu dikaitkan dengan memberikan ajaran oleh tokoh-tokoh agama.
Apakah menggunakan bahasa Bali terkait dengan hubungan kepada Hyang Widhi, bertentangan?
Tidak ada sastra yang melarang menggunakan bahasa Bali untuk berhubungan (sembahyang) kepada Hyang Widi. Karena beragama bukanlah paksaan hati nurani. Apa yang bisa dan dapat kita ucapkan sesuai dengan keyakinan itulah yang disebut dengan menghubungkan diri dengan Sang Pencipta. Masalah hubungan dengan Tuhan tidak boleh dipaksakan dengan bahasa tertentu.
Apakah sor singgih dalam bahasa Bali dapat dipertahankan terkait dengan ajaran agama? Pasalnya setiap manusia dalam pandangan ajaran agama Hindu adalah sama.
Benar sekali. Begini, bahasa apa saja dikenal ada sor singgihnya. Karena di dalam hidup ini ada sejenis tingkatan berdasarkan jabatan, derajat dan umur seseorang. Sor singgih bukan untuk kepentingan kaum feodal, kaum kapitalis, kaum kolonialis. Karena orang-orang kapitalis, kaum feodal, kaum kolonialis adalah musuh revolusi. Demikian juga sebaliknya, bahasa Bali yang disor-singgihkan bukan untuk orang-orang yang mengaku dirinya wangsa yang lebih tinggi. Sor singgih patut kita letakkan pada konteks ajaran Hindu yang dikenal dengan Catur Guru.
Dengan kondisi sekarang, bagaimana sebaiknya bahasa Bali ke depan untuk bahasa pergaulan?
Bahasa Bali harus kita benahi, terutama masalah sor singgihnya, yang hanya digunakan untuk jabatan, orang tua yang umurnya lebih tua, dan yang penting untuk kesetaraan. Dalam arti bila kita disapa atau diajak berbicara dengan bahasa Bali halus, kita harus menjawab dengan bahasa Bali halus. Bukannya ada yang satu dihaluskan, sedangkan kita dibalas dengan bahasa yang tidak sepatutnya. 
Bagaimana pelaksanaan agama terhadap bahasa Bali terutama bagi kalangan rohaniwan?
Ini yang penting terkait dengan bahasa Bali dan pelaksanaan agama Hindu. Kebanyakan ajaran Hindu dikaji dengan bahasa Bali, banyak pula para sulinggih dan pemangku menggunakan bahasa Bali sebagai pemuput. Dalam ajaran agama disebut dengan saa. Saa artinya sejenis mantra dari bahasa halus. Tapi sebenarnya bukan mantra.
Bahasa Bali bukan bahasa yang haram dalam agama Hindu, bahkan bahasa Bali dapat memberikan kemudahan bagi para pemangku, karena banyak pemangku menjadi pemangku bukan berdasarkan kepinteran dalam agama. Banyak pemangku karena keturunan, begitu juga seorang pinandita banyak dilakukan karena petunjuk niskala, sehingga bahasa yang paling dipahami adalah Bahasa Bali.
Mungkin ada hal penting penggunaan bahasa Bali dalam persembahyangan?
Ini yang sering terjadi, walaupun sudah ada mantra dalam bahasa Sansekerta, masih umum menggunakan bahasa Bali. Karena bahasa ibu adalah bahasa keyakinan, bahasa yang keluar dari hati nuraninya. Dengan bahasa hati nurani, maka orang Bali melakukan persembahyangan semakin mantap. Bukan berarti tanpa mantra yang tertera dalam Weda tidak mantap. Bahasa Bali bagi orang tertentu bisa saja sebagai bahasa keyakinan untuk memuja Hyang Widi.
Apakah orang Bali yang ada di luar daerah perlu memakai bahasa Bali sebagai bahasa pergaulan?
Tergantung sikap dari orang Bali itu sendiri. Lihat kondisi dan situasi di mana mereka berada. Karena sebagai orang Bali dalam lingkup keluarga bahasa Bali masih bisa digunakan, tapi untuk bahasa pergaulan tergantung di mana dia berada. Kesulitan di sini dengan siapa harus memakai bahasa Bali apabila pergaulan kita sifatnya hetoregen. Kalau kita ingin kembali ke kampung halaman, maka sebaiknya bahasa Bali sebagai bahasa ibu sangat perlu dipelajari atau diajarkan kepada anak-anak.
Menurut Pandita, mana lebih penting bahasa Bali atau bahasa Indonesia?
Menurut Bapa, sama-sama penting, artinya keduanya penting, karena kita bergaul bukan dengan orang Bali saja. Bahasa Bali penting karena kita adalah orang Bali, bahasa Indonesia penting karena kita adalah bangsa Indonesia. Kita belajar bukan saja dengan bahasa Bali tapi lebih banyak dengan bahasa Indonesia. Jadi lingkup pentingnya sangat lokal, artinya di mana kita hidup dan berada, bahasa itulah yang penting kita ketahui.
Bagaimana dengan pelajaran bahasa Bali menurut pengamatan Pandita akhir-akhir ini?
Bapa menyarankan, harus ada keseimbangan antara kebutuhan bahasa yang hendak diberikan. Artinya kalau di Bali tentu jam pelajaran harus diberikan waktu yang cukup banyak, bukan hanya sekedar diajarkan. Ini bahaya bagi kelangsungan bahasa Bali itu sendiri. Kita tidak ingin bahasa Bali ini punah dan ditinggalkan oleh pendukungnya. Kita ingin bahasa Bali ajeg dan lestari. Bila bahasa Bali punah maka ia akan menjadi semacam sejarah yang buruk sekali.
Terkait dengan penggunaan bahasa Bali di kalangan generasi muda bagaimana kondisinya?
Belum ada sinyal ditinggalkan, apalagi kita lihat bahasa Bali semakin diminati sebagai bahasa pergaulan. Dalam hal-hal tertentu bisa saja anak muda lebih suka menggunakan bahasa nasional. Ini wajar, karena disesuaikan dengan pergaulannya. Bapa lihat belum ada kemunduran, biasa-biasa saja. Kalua bisa kalangan anak muda tidak usah minder menggunakan bahasa Bali meskipun hidup kota. Bahasa Bali jangan diidentikkan dengan orang desa, orang kolot, itu tidak benar. Yang diperlukan bukan gagah-gagahan, tapi lebih penting adalah keajegan bahasa Bali bagi orang Bali tentunya.
Pewawancara: Indra
x

No comments:

Post a Comment

SEJARAH SINGKAT PURA AGUNG BATAN BINGIN DESA PEJENG KAWAN, KEC.TAMPAK SIRING

Bila dicermati dari tinggalan-tinggalan purbakala yang ada di Pura Agung Batan Bingin, seperti Arca Budha di Ratu Melanting dan arca-arca ya...