BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Lingga Yoni
Pengertian
mengenai Lingga-Yoni, yaitu sebagai lambang alat reproduksi lelaki dan perempuan.Dalam
kamus Jawa Kuna Indonesia mendefinisikan: “Linga tanda, ciri, isyarat, sifat khas, bukti
keterangn, petunjuk; Lingga, lambang kemaluan lelaki (terutama Lingga Siwa
dibentuk tiang batu), patung dewa, titik tugu pemujaan, titik pusat, pusat poros,
sumbu”. “Yoni rahim, tempat lahir, asal
Brahmana, Daitya, dewa, garbha, padma, naga, raksasa, sarwa, sarwa batha,
sudra, siwa, widyadhara dan ayonia.
Bentuk Yoni yang ditemukan di
Indonesia pada umumnya berdenah bujur sangkar, sekeliling badan Yoni terdapat
pelipit-pelipit, seringkali di bagian tengah badan Yoni terdapat bidang panil.
Pada salah satu sisi yoni terdapat tonjolan dan laubang yang membentuk cerat.
Pada penampang atas Yoni terdapat lubang berbentuk bujur sangkar yang berfungsi
untuk meletakkan lingga. Pada sekeliling bagian atas yoni terdapat lekukan yang
berfungsi untuk menghalangi air agar tidak tumpah pada waktu dialirkan dari
puncak lingga. Dengan demikian air hanya mengalir keluar melalui cerat.
Beberapa ahli mengemukakan bahwa bagian-bagian yoni secara lengkap adalah nala (cerat), Jagati, Padma, Kanthi,
dan lubang untuk berdirinya lingga atau arca.
2.2 Lingga Yoni Sebagai Pratima
Seperti yang
telah dibahas sebelumnya pratima merupakan perwujudan-perwujudan, bentuk, arca,
personifikasi. Demikianlah perwujudan itu tidak merupakan bentuk yang
sebenarnya(asli) dari dewa, tetapi sebagai manifestasi dari bentuk dewa, dan
itulah sebabnya mereka yang menghormat langsung kepada dewa(tuhan). Salah satu bentuk manifestasi dari dewa
tersebut salah satunya adalah berupa Lingga Yoni. Lingga dan Yoni mempunyai
suatu arti dalam agama setelah melalui suatu upacara tertentu. Sistem ritus dan
upacara dalam suatu religi berwujud aktivitas dan tindakan manusia dalam
melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan, dewa-dewa, roh nenek moyang dalam
usahanya untuk berkomunikasi dengan mereka.
Lingga
Yoni merupakan salah satu bentuk ikon Siva yang paling banyak digunakan,
ditemukan hampir di semua mandir Siva. Bentuknya bundar, eliptik, citra
aniconic, biasanya diletakan di atas dasar bundar, atau pitha. Sivalinga adalah
simbol paling kuno paling sederhana dan Siva, khususnya Parasiva, Tuhan di luar
semua bentuk dan sifat-sifat. Pitha merepresentasikan Parashakti, kekuatan
Tuhan.
The Oxford
Dictionary of World Religions menambahkan: “Lingga adalah simbol energi
generatif. Menyebut ini sebagai “phallic worship” (pemujaan palus)
adalah salah secara total memahami represenrasi secara miniatur atau bentuk
simbolik, menciptakan dan melepaskan kekuatan dengan mana dia
diasosiasikan.”Ada perbedaan sangat mendasar antara dua definisi pertama dengan
dua definisi terakhir. Lingga sebagai
simbol Ayah (Tuhan) dan Yoni sebagai Ibu (pertiwi), sebagai alam semesta, telah
dipuja oleh umat Hindu sejak 3.500 tahun sebelum masehi. Lingga dan Yoni
diwujudkan menjadi tempat suci atau bangunan suci dalam bentuk arca pelinggih,
candi, seperti bangunan Padmasana yang kita kenal sekarang. Ciri utama yang
melekat pada bangunan arsitektur suci “Lingga” atau “Linga” adalah:
1. Wujud
Lingga, bentuk vertikal, ujung oval, umumnya terbuat dan batu andesit sebagai
wujud cahaya Brahman yang transendental untuk menciptakan alam semesta beserta
isinya.
2. Aksara
“OM”(AUM), gema suara Brahman dan simbol kekuatanNya untuk penciptaan.
3. Bangunan
Suci “Yoni” tempat tegaknya “Lingga” untuk menciptakan alam semesta, dengan
kelengkapan kekuatan Bedawangnala (naga, kura-kura) yang didepannya Nandi,
mengawal, menjaga keseimbangan ciptaan Nya.
Dalam
Ganapatitattwa perwujudan batara siwa dilambangkan dengan lingga. Lingga pada
hakekatnya mempunyai arti , peranan dan fungsi yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat lampau, khususnya bagi umat beragama Hindu. Hal ini
terbukti bahwasanya peninggalan lingga sampai saat ini pada umum nya di bali
kebanyakan terdapat di tempat-tempat suci sepeti pura-pura kuno. Bahkan ada
juga ditemukan pada goa-goa yang sampai sekarang masih tetap dihormati dan
disucikaan oleh masyarakat setempat. Lingga berasal dari bahasa sansekerta yang
berate tanda, cirri, isyarat, sifat khas, bukti, keterangan, petunjuk, lambing
kemaluan laki-laki terutama lingga dewa siwa dalam bentuk tiang batu, patung
dewa, titik tuju pemujaan, titik pusat, pusat, poros, sumbu.
Sedangkan
pengertian yang umum di temukan dalam bahasa bali, bahwa lingga di identikan
dengan: linggih, yang artinya tempat duduk, pengertian ini tidak jauh
menyimpang dari pandangan umat beragama hindu di bali, dikatakan bahwa lingga
sebagai linggih dewa siwa. Dalam siva purana salah satu nama siwa
Lingadhyaksa(dewa pemimpin Lingga).
2.3
Fungsi Lingga Yoni
Beberapa
fungsi Lingga dan Yoni adalah sebagai berikut:
1.
Sejak
abad ke 8 yaitu Prasasti Canggal telah menyebutkan bahwa seorang raja
mendirikan lingga dan Yoni untuk mengukuhkan kedudukannya. Di Kamboja sendiri
sudah menjadi kebiasaan bagi seorang raja mendirikan lingga untuk mengukuhkan
kedudukannya di atas takhta. Lingga – Yoni demikian, yang sejak Jayawarman II
disebut “Dewaraja”, diberi nama yang menggambarkan perpaduan antara raja yang
mendirikan dengan sang dewa yang menjadi pemujanya (Siwa).
- Lingga
yang didirikan juga untuk memperingati suatu peristiwa penting, seperti
menang dalam perang.
Dari data-data prasasti yang ditemukan, untuk sementara
dapatlah dianggap bahwa di sebuah desa setidak-tidaknya terdapat sebuah
bangunan suci. Tetapi mungkin juga ada desa yang tidak mempunyai bangunan suci.
Di dalam sebuah bangunan suci terdapat arca dewa yang merupakan arca perwujudan
atau wakilnya yang disebut lingga. Arca atau lingga itu berdiri di atas
landasan yang disebut pranala atau yoni.
Petunjuk yang menyebutkan bahwa yoni ditempatkan di dalam
bangunan, didapatkan pada prasasti dari jaman Majapahit, yaitu prasasti
Tuhanaru dari tahun 1323 M, prasasti Bendosari dari tahun 1350 M, dan prasasti
Batur yang angka tahunnya sudah hilang. Di dalam prasasti-prasasti itu yoni
disebut pranala, sedangkan yang terletak di atasnya adalah arca atau lingga.
Dalam kenyataannya, baik di Jawa Tengah maupun di Jawa Timur, banyak ditemukan
yoni dalam kaitannya dengan bangunan.
Disamping yang terletak di dalam bangunan, ada juga yoni
yang ditemukan mandiri. Petunjuk tentang itu didapatkan dari prasasti yang
berkenaan dengan penetapan suatu daerah menjadi sima. Mungkin yang dimaksud
dengan yoni di dalam prasasti-prasasti ini adalah sang hyang kulumpan. Pada
waktu upacara penetapan sima, sang hyang kulumpan diletakkan di tengah lapangan
upacara, dikelilingi oleh para pejabat yang hadir dalam peresmian tersebut, dan
berfungsi sebagai tanda sima. Atas dasar kenyataan-kenyataan di atas, dapat
diduga bahwa yoni selalu berhubungan dengan pemukiman. Sehingga dapat dipakai
sebagai petunjuk pemukiman “masa klasik”, dan persebaran yoni juga merupakan
persebaran pemukiman.
Umumnya yoni ditemukan di dalam sebuah bangunan suci yang
disebut candi atau ditemukan bersama sisa bangunan. Di dalam bangunan ini yoni
dipakai sebagai landasan arca atau lingga. Dapat dikemukakan sebagai contoh
misalnya, yoni yang ditemukan di dalam bangunan induk candi Sambisari. Di candi
ini yoni dipakai sebagai landasan sebuah lingga. Lain halnya dengan yoni yang
ditemukan di candi Lara-Jonggrang. Di dalam bangunan ini yoni berfungsi sebagai
landasan arca siwa. Petunjuk tentang adanya yoni yang ditempatkan di dalam
bangunan, terdapat pada prasasti dan kitab Nagarakertagama dengan istilah
pranala.
Dari sumber-sumber sejarah yang berasal dari jaman Jawa
Tengah dan jaman Jawa Timur tentang istilah untuk Yoni, dapat disimpulkan bahwa
Yoni mempunyai dua fungsi utama, yaitu:
- Yoni
yang berpasangan dengan lingga disebut juga sang hyang kulumpan dengan
sang hyang susuk yang dipuja pada waktu penetapan sima, dan bahkan sebagai
pusatnya, dan
- Yoni
yang berpasangan dengan lingga atau arca perwujudan disebut juga pranala
yang dipuja di dalam bangunan, berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan
lingga atau arca perwujudan.
Pada jaman Budhisme dan jaman Jain
terjadi bersamaan. Terdapat dengaruh luas Budha Mahayana di beberapa wilayah di
india, Cina dan Tibet. Dikala itu, muzhab Budha Mahayana pecah menjadi dua
aliran yang keduanya memeluk kebudayaan Tantra. Shiwa dari Pasca-Shiwa Tantra
di terima oleh Budha Tantra dan pengikut-pengikut kelompok kedu ini lebih memilih
untuk memuja Siwa-Lingga dari pada memuja Patung Shiwa.
2.4 Makna Lingga Yoni
Dalam
Lingga Purana di jelaskan makna lingga adalah symbol Dewa Siwa(Siwa Lingga).
Seperti filosofis yang terkandung di dalamnya. Semua wujud diresapi oleh Dewa
Siwa dan setiap wujud adalah lingga dan Dewa Siwa dalam hal ini sebagai symbol
pemujaan terhadap Tuhan itu sendiri yang diyakini sebagai Sang Pencipta.
Kemudian di dalam Siwarti kalpa di sebutkan lingga merupakan symbol siwa yang
di puja untuk memuja siwa. Kitab Siwa Purana dan Siwaratri Kalpa karya Empu
Tanakung ini semakin memperkuat pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam
perwujudan sebagai Siwa. Dapat di tambahkan seorang intelektual Hindu Swami
Harshananda pada Sri Ramakrisnha Ashrama menyebutkan Lingga dan Yoni sebagai
Simbol Tuhan God dan umat Hindu yang universal: secara literal Siva artinya
keberuntungan dan Lingga artinya satu tanda atau satu symbol. Dari sini
Sivalingga adalah satu symbol Tuhan yang agung dan semesta yang sepenuhnya
adalah keberuntungan. Siva juga berate Yang Esa yang di dalamnya seluruh ciptan
istirahat setelah mahapralaya. Lingga juga berati hal sama dimana obyek-obyek ciptaan dipralina selama
disintegrasi dan semesta ciptaan, memelihara dan menarik alam semesta ke dalam
dirinya. Maka sivalingga merepresentasikan bahwa Tuhan sendiri secara simbolik.
Ada juga di sebutkan bahwa Lingga
lambing api, sebagai lambing dari kekuatan atau kekuasaan, sedangkan Yoni
merupakan lambangkan bumi keduanya itu saling bertolak belakang, namun bila keduanya
bersatu akan melahirkan kekuatan atau energi, itulah makna pertemuan antara
lingga dan yoni.
No comments:
Post a Comment