BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kitab Upanisad termasuk
dalam kitab Veda Sruti, di samping
sastra-sastra Brahmana. Ajaran yang tertulis dalam semua kitab upanisad merupakan reaksi dari kaum ksatria terhadap kekuasaan kaum brahmana pada zaman brahmana. Pertentangan para kaum Ksatria terhadap kaum brahmana itu diajarkan dalam
ajaran-ajaran upanisad. Upanisad
memuat tentang ajaran filsafat,
meditasi serta
konsep ketuhanan.
Upanisad
yang tertua di antaranya adalah Brhadaranyaka
Upanisad dan Chandogya Upanisad,
diperkirakan disusun pada abad kedelapan sebelum masehi. Dan diantara Upanisad yang banyak jumlahnya
tersebut, yang termasyhur ialah Chandogya
dan Kathaka-Upanisad, yang kebanyakan
Upanisad-Upanisad tersebut berbentuk
percakapan antara seorang murid dengan seorang guru yang tahu segala-galanya
atau antara dua orang Brahmana.
Ajaran-ajaran pokok dalam semua kitab upanisad
sebagian besar membahas mengenai konsep ajaran Panca Sradha. Pada pembahasan ini akan lebih fokus menjelaskan
tentang Brhadaranyaka upanisad serta
pokok ajaran Panca
Sradha
yang ada didalamnya.
Brhadaranyaka Upanisad termasuk ke dalam sukla yajur veda dan memiliki enam bagian yang kesemuanya kecuali
bagian ketiga dan keempat, menguraikan upasana
atau pemujaan yang dihubungkan dengan karma atau kegiatan ritual (Kasutri, N.
1998:43). Bagian ketiga dan keempat berisi ajaran dari yajnavalkya tentang kebenaran yang disampaikan kepada Janaka. Keagungan dan kebesaran yang
luar biasa dari kecerdasan orang bijak ini secara mengagumkan diperlihatkan
dalam upanisad ini. Para calon
sprititual yang ingin mencapai tujuan pembebasan, bagian dari brhadaranyaka ini memberikan tuntunan
yang terbaik. Oleh karena itu bagian ini dinyatakan sebagai yajnavalkya kanda. Upanisad ini merupakan yang terakhir dari 10 buah upanisad yang
terkenal karena ukurannya yang besar atau luas, ia dinamakan brhat; dan karena
ia merupakan kitab yang terbaik untuk dipelajari di keheningan hutan atau aranya, ia merupakan sebuah kitab aranyaka dan ia mengajarkan brahmajnana, sehingga ia digolongkan
sebagai sebuah upanisad.
Brhadaranyaka upanisad
yang dianggap sebagai yang terpenting dari semua upanisad, membentuk bagian dari pada Sathapatha Brahmana. Upanisad
ini terdiri dari tiga kanda, yaitu Madhu
Kanda yang mengajarkan tentang identitas dasar dari individu dan atman semesta. Yajnavalkya atau muni kanda
yang memberikan pembenaran secara falsafah dari ajaran ini. Dan Khila kanda artinya tambahan yang
membicarakan tentang beberapa macam pemujaan dan Samadhi, upasana yaitu menjawab secara garis besar tiga tahap
kehidupan beragama, sravana,
mendengarkan upadesa atau ajaran, manana, pemikiran logis, upapatti dan nididhayasana atau Samadhi
perenungan. Pada pokok pembahasan ini akan lebih difokuskan pada penjelasan
mengenai pokok ajaran Panca Sradha
dalam Brhadaranyaka Upanisad yaitu
tentang pokok ajaran Ketuhanan, Atman,
Karma Phala, Punarbawa, dan Moksa.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah konsep Brahman dalam Brhad-aranyaka
upanisad?
1.2.2 Bagaimanakah konsep Atman dalam Brhad-aranyaka
upanisad?
1.2.3 Bagaimanakah konsep Karma Phala dalam Brhad-aranyaka
upanisad?
1.2.4 Bagaimanakah konsep Punarbawa dalam Brhad-aranyaka
upanisad?
1.2.5 Bagaimanakah konsep Brahman dalam Brhad-aranyaka
upanisad?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pemaparan materi ini
adalah untuk mengetahui dan memahami tentang ajaran-ajaran pokok yang terdapat
dalam kitab Brhad-aranyaka Upanisad,
khususnya tentang pokok ajaran Panca
Sradha yaitu percaya dengan adanya Brahman,
Atman, Karma Phala, Punarbawa, dan Moksa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Brahman
Dalam Brhad-aranyaka Upanisad
Dalam
kitab suci Hindu sifat-sifat Tuhan dilukiskan sebagai Yang Maha Mengetahui dan
Maha Kuasa. Dia merupakan perwujudan keadilan, kasih sayang dan keindahan.
Dalam kenyataannya, Dia merupakan perwujudan dari segala kwalitas terberkati
yang senantiasa dapat dipahami manusia. Dia senantiasa siap mencurahkan
anugerah, kasih dan berkah-Nya pada ciptaan-Nya. Dengan kata lain, tujuan utama
penciptaan dunia semesta ini adalah untuk mencurahkan berkah-Nya pada
mahluk-mahluk, membimbingnya secara bertahap dari keadaan yang kurang sempurna
menuju keadaan yang lebih sempurna.
Dalam
Brhadaranyaka Upanisad Bab III.8.8-9,
sesungguhnya Brahman itu tidak
dapat dikatakan bagaimana, dalam jawaban Yajnavalkya
atas pertanyaan Gargi, dinyatakan bahwa :
“sa hovaca: etad vai tad aksaram, gargi, brahmana
abhivadanti, asthulam, ananu, ahrasvam, adirgham, alohitam, asneham, acchayam,
atamah, avayv anakasam, asangam, arasam, agandham, acaksuskam, asrotram, avak,
amanah, atejaskam, apranam, amukham, amatram, anantaram, abahyam; na tad asnati
kim cana, na tad asnati kas cana.” || 3.8.8 ||
“etasya va aksarasya prasasane, gargi, suryacandramasau
vidrtau tisthatah;etasya va aksarasya prasasane, gargi,dyavaprthivyau vidhrte
tisthatah;etasya va aksarasya rasasane, gargi, nimesa, muhurta, ahoratrany
ardhamasa, masa, rtavah, samvatsara iti. Vidhrtas tisthanti; etasya va
aksarasya prasasane, gargi, pracyo’nya nadyah syandante svetebhaharvatebhyah,
praticyo’nyah, yam yam ca disam anu; etasya va aksarasya prasasane, gargi,
dadato manusyah prasamsanti; yajamanam devah, darvim pitaro’nvayattah.” ||
3.8.9 ||
Terjemahan :
“Yang
mengerti Brahman menyebutnya yang Kekal. Dia tidaklah kasar, bukan pula halus,
tidak pendek tidak pula panjang, tidak bersinar merah (seperti api) tidak pula
menempel (seperti air). Dia bukanlah bayangan ataupun kegelapan,bukan pula
udara atau angkasa, yanpa ikatan, tanpa rasa, tanpa bau, tanpa mata , tanpa
telinga, tanpa suara, tanpa pikiran, tanpagemerlapan, tanpa nafas,tanpa mulut,
tanpa ukuran, tiada apapun di dalam dan di luar-Nya. Dia tidak memakan apapun
dan tiada apapun bisa memakan-Nya. Sesungguhnya atas perintah yang kekal itu,
matahari dan bulan berada pada kedudukannya masing-masing”.
Maksud
uraian di atas tidak lain menyatakan bahwa dalam Brhad
Aranyaka Upanisad disebutkan bahwa Brahman
itu bersifat Neti-neti, artinya bukan kasar, bukan pendek, bukan bayangan ,tanpa
ukuran, dan sejenisnya. Jadi, Brahman
bukanlah suatu substansi dan
tidak memiliki sifat. Walaupun demikian, secara positif Brahman dapat dinyatakan dengan
ungkapan sat-cit ananda. Kata sat berarti ada atau keberadaan.
Jika Brahman disebut sat berarti bahwa hanya Brahman-lah yang memiliki keberadaan, Ialah
satu-satunya yang ada, yang harus dibedakan dengan segala yang lain dari
pada-Nya, yang tidak memiliki ada atau keberadaan.
Kata cit berarti kesadaran yang menunjuk
kepada sifat Brahman yang
rohani. Brahman yang
satu-satunya memiliki ada itu adalah Brahman yang
sadar, bukan yang mati, yang bersifat rohani bukan bendani. Ananda artinya bahagia, yang
menunjuk kepada sifat Brahman yang
meliputi segala sesuatu dan mempersatukan segalanya yang hanya terdiri dari
kebahagiaan saja. Ungkapan sat-cit-ananda menunjukkan
bahwa Brahmanlah satu-satunya
realitas rohani yang bersifat mutlak, tetapi juga meliputi segala sesuatu yang
ada, yang sadar atau yang bersifat rohani, sehingga segala sesuatu yang
memiliki kedua sifat itu harus dialirkan ke luar dari pada-Nya.
Ia
yang menjadikan dirinya
sendiri dan memenuhi alam semesta. Brahman
itu tidak berbeda dari Sang Diri, seluruh umat manusia (hakekatnya) adalah Brahman. Berpangkal dari pandangan ini
seluruh umat manusia pada hakekatnya/ esensinya adalah sama dan satu. Dalam Brhad-aranyaka Upanisad 3.9.28.
disebutkan :
“Satyam Jnanam anantam Brahma,
vijnanam anandam brahma”
Terjemahan
:
Brahman adalah
Kebenaran dan Pengetahuan (tak terbatas), Brahman
adalah Pengetahuan tertinggi dan kebahagiaan.
Upanisad menyatakan
bahwa Tuhan pada hakekatnya Esa, sumber segala sesuatu yang ada di Alam Semesta
dan menjadi tempat kembalinya segala sesuatu. Beliau Pencipta, Pengatur
sekaligus sebagai Pemralina segala
sesuatu yang ada di Alam Semesta ini. Dalam Brhadaranyaka
Upanisad menyatakan : “Sarwam
Khalvidam Brahman” terjemahannya
‘Segalanya adalah Tuhan Yang maha Esa’. Konsep ini mengandung paham Monisme.
Keyakinan terhadap adanya Keesaan Tuhan yang merupakan hakekat alam semesta.
Esa dalam segala. Segalanya berada di dalam yang Esa.
Pernyataan yang lain
dilengkapi oleh ceritera Gargya dalam Brhadaranyaka
Upanisad Bab II.1.1, yang tak berhasil memberikan batasan tentang Brahman dan akhirnya ia mendapat
penjelasan tentang atman untuk
menjelaskan tentang Brahman dari
seorang raja. Apabila untuk tujuan ini kita berpegang teguh pada perbedaan Brahman sebagai azas alam semesta dengan
atman sebagai azas rohani, maka pemikiran pokok dari semua ajaran filsafat Upanisad dapat kita nyatakan dengan
persamaan yang sederhana, yaitu “Brahman
= Atman”.
Brahman, kekuatan yang menampilkan din kepada kita membenda pada semua
benda yang terjadi, yang mencipta, mendukung, memelihara dan menerima kembali
seluruh alam semesta ini ke dalam diri-Nya sendiri, dan tenaga suci yang kekal
tak terbatas ini sama dengan atman yang apabila kita tinggalkan dengan
melepaskan semua bentuk kulit- luar, kita akan mendapatkan dalam din kita
sendiri sebagai hakekat yang paling hakiki, pribadi kita, jiwa kita. Kesamaan
akan Brahman dan atman ini, antara Tuhan dan roh perseorangan, adalah pandangan yang
mendasar pada semua ajaran upanisad.
Pada Bab III.9.1-9 dijelaksan
pula tentang berbagai Dewata dan satu
Brahman. Yajnavalkya menjelaskan jumlah dewata
berdasarkan yang dijelaskan dalam nivid
yaitu 303 dan 3003. Jumlah tersebut adalah hanya perwujudan dari mereka saja,
sebenarnya jumlah mereka ada 33 dewata. 33 Dewata tersebut adalah Kedelapan Vasu, kesebelas Rudra, dan kedua belas Aditya,
semuanya menjadi 31, Indra dan Prajapati maka semuanya menjadi 33.
2.2 Atman Dalam Brhad-aranyaka Upanisad
Atman
berasal dari kata “an” yang artinya
bernafas (hidup). Dalam pengertian umum Atman
berarti roh atau jiwa yang mencakup segala aspek hidup. Sebagaimana halnya Brahman, maka Atman pun bersifat kekal abadi dan tidak pernah mati, dan di dalam Rg Veda Atman disebut “Ajobhagah” yaitu yang tidak dilahirkan. Atman adalah merupakan esensi dasar dari
manusia, sedangkan Brahman adalah
esensi hidup dari seluruh alam semesta. Namun hakekat sejatinya Brahman dan Atman adalah sama (menunggal).
Brhad
aranyaka Upanisad III.9.26. mengatakan :
“kasmin nu tvam catma ca pratisthitau stha iti. pkasmin nu
tvam catma ca pratisthitau stha iti. prana iti. kasmin nu pranah pratisthita
iti. apana iti. kasmin nv apanah pratisthita iti. vyana iti. kasmin nu vyanah
pratisthita iti. udana iti. kasminn udanah pratisthita iti. samana iti. sa esa,
na iti. na ity atma, agrhyah na hi grhyate, asiryah, na hi siryate, asangah na
hi sajyate, asito na vyathate, na risyati. etany astav ayatanani, astau lokah,
astau devah, astau purusah. sa yas tan purusan niruhya pratyuhyatyakramat, tam
tva aupanisadam purusam prcchami. tam cen me na vivaksyasi murdha te
vipatisatiti. tam ha na mene sakalyah, tasya ha murdha vipapata, api hasya
parimosino'sthiny apajahruh, anyan manyamanah." || 3.9.26 ||
Terjemahan :
“Atman itu bukanlah yang ini. Dia tidak
bisa dilukiskan, karena dia tidak terlukiskan. Dia tidak bisa hancur, karena
tidak pernah dihancurkan. Dia tidak pernah terikat, karena Dia tidak pernah
mengikat dirinya”.
Menurut pandangan hindu, atman
adalah intisari yang terdapat di dalam diri seseorang. Atman ini adalah murni, suci, abadi, sempurna, ada dimana, mahakuasa,
dan maha tahu. Dalam kata-kata Rsi
Yajnavalkya (Brhadaranyaka Upanisad IV.5.15):
"Kesadaran (atman), bukan digambarkan seperti ini,(neti neti), Atman tidak dapat dilihat, tidak
dapat dirasakan, Tidak terhancurkan,dan juga tidak hancur. Tidak pernah
menderita,tidak pernah merasakan rasa sakit,atau tidak dapat terluka. Tidak
terikat,dan tidak pernah terikat dengan apapun"
Ketika
berhubungan dengan tubuh dan di bawah pengaruh dari ketidak perdulian kosmis (avidya atau maya), atman melupakan sifat alaminya dan dengan salahnya
mengidentifikasikan dirinya dengan tubuh. Pengindentifikasian yang salah ini
adalah penyebab dari keterikatan dengan keberadaan materi dan kesenangan, rasa
sakit dan penderitaan dalam siklus kelahiran dan kematian dalam dunia yang
penuh dengan peristiwa. Ini adalah tujuan utama dari kehidupan keagamaan Hindu
adalah untuk mentransendentalkan seseorang,untuk menyadari sifat alami
seseorang, yang merupakan sifat ketuhanan yang suci,dan murni. Kesadaran ini
disebut dengan moksa,atau pembebasan
dari jiwa,dari siklus kematian dan kelahiran,yang menghasilkan penyatuan dengan
Tuhan.
Walaupun
kata sansekerta atman secara umum
diterjemahkan sebagai jiwa, atman dan
jiwa tidak berubah yang berbeda dengan pengertian Barat mengenai jiwa. Apa yang
disebut dengan jiwa oleh orang barat disebut dengan manas (atau suksma sarira).
Dalam pandangan hindu,pikiran,kecerdasan dan ego muncul dalam atman, dalam tubuh fisik. Atman juga terkadang diterjemahkan
sebagai jiwa (spirit)
atau diri.
Selanjutnya
dalam Brhad-aranyaka Upanisad dalam Percakapan
Yajnavalkya dengan Maitreyi mengenai
Atman yang mutlak, dijelaskan sebagai berikut:
Dalam Brahmana ke-4 sloka 1-14 Menjelaskan:
“Maitreyi, iti
hovaca yajnavalkyah, ud yasyan va are ‘ham asmat sthanad asmi, hanta, te ‘naya
katyayanyantam karavaniti.”
Terjemahan :
‘Maitreyi,’’kata
yajnavalkya, sesungguhnya aku akan
melewati masa yang sekarang ini (grhastha).
Karena itulah aku akan mengadakan penyelesaian terakhir dengan engkau dan
Katyayani itu’
Dalam Sloka selanjutnya dijelaskan :
Kemudian
Maitreyi berkata : “ Tuanku, apabila seluruh jagad ini diisi kekayaan yang menjadi
milikku, bisakah kekayaan itu menjadikanku abadi ?” “Tidak bisa,” jawab
Yajnavalkyah: “Seperti hidup seorang yang kaya, begitu jugalah hidupmu. Tentang
keabadian, bagaimanapun tak ada harapan akan bisa di capai melalui kekayaan.”
Kemudian
Maitreyi bertanya : “ Apakah yang harus kuperbuat dengan hal yang menyebabkan
aku tidak bisa menjadi yang abadi ? Tuanku terangkanlah mengenai hal yang
paduka ketahui tentang jalan kearah keabadian.”
Penjelasan : hal
ini berkaitan dengan ajaran Catur asrama.
Yang mana dalam catur asrama kususnya terdapat pada jenjang kedua yaitu Grhasta, masa ini adalah
masa-masa membangun suatu rumah tangga. Dan didalam sloka diatas terdapat
percakapan yang menanyakan “apakah kekayaan dapat menyebabkan sebuah keabadian
?” kemudian akan diulas pada sloka-sloka berikut :
“Sa hovaca
yajnavalkyah , priya bata are nah sati priyam bhasase; ehi, assva
vyakhyasyami te; vyacaksyanasya tu me nididhyasasva iti”
Terjemahan :
‘Kemudian
Yajnavalkya menjawab : (Wahai, istriku ) engkau yang selalu kusayang (bahkan
sebelumnya ) dan sekarang engkau bicara mengenai hal yang paling
kudambakan. Duduklah disini, akan kuterangkan padamu. Bahkan ketika aku
menerangkannya, camkanlah apa yang kukatakan.”
Dalam
sloka berikutnya akan diterangkan mengenai atman
itu sendiri :
“Sa hovaca : na
va are patyuh kamaya patih priyo bhavati, atmanas tu kamaya patih
priyo bhavati : na va jayayai kamaya jaya priya bhavati, atmanas tu kamaya jaya
priya bhavati ; na vaare putranam kamaya putrah priya bhavanti, atmanas tu
kamaya putrah priya bhavanti ; na va are vitasya kamaya vittam priyam bhavati,
atmanas tu kamaya vittam priyam bhavati ; na va are brahmanah kamaya brahma
priyam bhavati, atmanas tu kamaya brahma priyam bhavati; na va are ksatrasya
kamaya ksatram priyam bavati; atmanas tu kamaya ksatram priyam bhavati; na va
are lokanam kamaya lokah priya bhavanti, atmanastu kamaya lokah priyah bhavanti
; na va are devanam kamaya devah priya bhavanti,atmanas tu kamaya devah priya
bhavanti ; na va are bhutanam kamaya bhutani priyani bhavanti, atmanas tu
kamaya bhutani priyani bhutani ; na va are sarvasya kamaya sarvam priyam
bhavati, atmanas tu kamaya sarvam priyam Bhavanti; atma va are drastavyah.
Srotavyo mantavyo nididhyiasitavyah: maitreyi atmono va are darsanena sarvanena
matya vijnanenesarvam viditam”
Terjemahan :
‘Kemudian
dia berkata : “Sesunggguhya bukanlah untuk kepentingan sang
suami, sang suami disayangi, tetapi sang suami disayangi untuk kepentingan
atman.sesungguhnya bukanlah untuk
kepentingan sang istri, sang istri disayangi, melainkan sang istri disayangi
untuk kepentingan atman. Sesungguhnya
bukanlah kepentingan sang anak, sang anak disayangi, melainkan sang anak
disayangi untuk kepentingan atman.
Sesungguhnya bukan untuk kepentingan kekayaan bahwa kekayaan itu disayangi,
tetapi kekayaan itu disayangi untuk kepentingan atman. Sesungguhnya bukanlah demi kepentingan
ke-brahmana-an ke-brahmana-an itu disayangi, tetapi
ke-brahmana-an itu disayangi demi kepentingan atman.Sesungguhnya bukanlah untuk kepentingan ke-ksatrya-an ke-ksatrya-an itu disayangi, tetapi ke-ksatrya-an itu disayangi demi kepentingan atman. Sesungguhnya bukan untuk
kepentingan dunia, dunia disayangi, tetapi dunia disayangi demi kepentingan atman. Sesugguhnya bukan untuk
kepentingan dewata, dewata iitu disayangi, tetapi dewata disayangi demi
kepentingan atman.sesungguhnya
bukanlah untuk kepentingan makhluk-makhluk, makhluk makhluk itu
disayangi, tetapi makhluk-makhluk tu disayangi demi kepentingan atman.
Sesungguhnya bukan untuk kepentingan semua, semua disayangi tetapi semua
disayangi demi kepentingan atman.
Sesungguhnya Maitreyi , atman
inilah seharusya dilihat, didengar, dipikirkan, dan samadhi kepadanya.
Seungguhnya, dengan melihatnya, dengan mendengarnya, dengan memikirkannya,
dengan mengerti tentang atman,
semuanya akan dimengerti’.
Penjelasannya bahwa semua yang ada ini dipandang
sebagai atman. Atman inilah yang sesungguhya disanyangi, dimengerti, diapahami
maka kita akan dapat mengerti semuanya.karena pada dasarnya semua tidak ada
yang abadi kecuali atman. Seperti
pada ajaran Agama Hindu ada suatu sloka yang berbunyi: "Moksartham Jagadhita ya ca iti
dharmah", yang berarti bahwa tujuan beragama adalah untuk mencapai
kesejahteraan jasmani dan ketentraman batin
(kedamaian abadi ). Ajaran tersebut selanjutnya dijabarkan
dalam konsepsi Catur Purusa Artha yang
berarti empat dasar dan tujuan hidup manusia, yang terdiri dari Dharma, Artha, Kama, Moksa. Jadi,
apabila ingin mencapai sesuatu yang abadi maka kita perlu menerapkan ajaran
tersebut. Sloka
berikutnya menjelaskan lagi mengenai atman.
‘Brahmana
tidak akan memperhatikan dia yang menganggapnya berbeda dengan atman. Ksatrya akan mengesampingkan dia
yang menganggapnya berbeda dengan atman.
Dunia mengesampingkan seseorang yang membedakannya dengan atman. Dewata mengesampingkan dia yang menganggapnya berbeda dari atman. Makhluk-makhluk mengesampingkan
dia yang menganggapnya berbeda dari atman.
Semuanya mengesampingkan dia yang menganggap hal ini sebagai hal yang berlainan
dengan atman. Brahmana ini, ksatria ini,
dunia-dunia ini, dewata ini, makhluk-makhluk ini dan semua ini adalah atman.
Sebagaimana
ketika bedug dipukul, seorang tidak akan sanggup menangkap suara yang
dikeluarkan, tetapi dengan memegang bedug atau pemukul bedugnya, suara
bisa ditangkap. Seperti
pula ketika kulit kerang ditiup, seseorang tidak akan sanggup menangkap suara
yang dikeluarkan, tetapi dengan memegang kulit kerangnya, suara akan ditangkap. Seperti juga ketika vina (seruling)
ditiup, seorang tidak akan sanggup menangkap suara yang dikeluarkanyang
dikeluarkan, tetapi dengan memegng vina-nya atau pemain vina-nya suaranya akan
bisa ditangkap. Seperti
juga sinar api yang dihidupkan dengan minyak campur air, berbagai asap akan
keluar menyebar, begitu juga, sayangku, Rg-Veda,
Yajur Veda, Sama Veda, Atharvangirasa, Purana dan Itihasa, Ilmu Pengetahuan, Upanisad,
sloka, aphorisme, penjelasan komentar-komentar Dan hal inilah, semuanya ini
dinafaskan.
Sebagaimana
juga lautan adalah tujuan tempat bersatunya semua air, seperti pula kulit adalah
tujuan dari segala macam rabaan, demikian juga halnya dengan lobang hidung
adalah satu tujuan dari segala macam bau, lidah adalah tujuan dari semua rasa,
mata adalah tujuan dari semua betuk, demikian juga telinga adalah tujuan dari
semua suara, seperti pikiran yang menjadi tujuan dari semua penentuan, jantung
adalah tujuan dari semua pengetahuan, tangan-tangan adalah tujuan dari semua
tindakan, alat kelamin adalah tujuan dari segala’ Macam kenikmatan, alat
pembuangan adalah tujuan dari semua pengungsian (ampas), kaki adalah tujuan
dari semua gerakan, wicara adalah satu tujuan dari semua veda.’ Sama
seperti segumpal garam yang dilempar
air, larut didalamnya, dan tidak ada lagi yang tersisa dan yang bisa diambil,
tetapi siapa saja yang mengambil (airnya)akan merasakan bahwa air tersebut
adalah asin, demikian pulalah wujud yang Agung ini, tanpa batas hanya terdiri
dari pengetahuan. Muncul dari unsur-unsur ini, seseorang juga akan binasa
kedalamnya. Ketika dia meninggal, tidak akan ada lagi pegetahuan. Inilah apa
yang kukatakan, istriku, demikianlah kata Yajnavalkya’.
“Sa hovaca
maitreyi atraiva ma bhagavan amumuhat, na pretya samjnastiti. Sa hovaca, na va
are’ham moham bravimi, alam va ara idam vijnanaya”.
Terjemahan :
‘Kemudian
Maitreyi berkata : “ tuanku, disinilah kiranya Tuanku membingungkan
saya sewaktu mengatakan, ketika dia meninggal, tidak ada lagi pengetahuan
“Kemudin yajnavalkya mejawab : “Maksudku tidaklah untuk mengatakan sesuatu yang
membingungkan. Hal ini adalah cukup untuk dimengeri’
“Yatra hi
dvaitamiva bhavati taad itara itaram jighrati, tad itara itaram pasyati, tad
itara itaram srnoti, tad itara itaram abhivadati, tad itara itaram manute, tad
itara itaram vijanati, yatra tv asya sava atmaivabhut, tat kena kam jighret,
tat kena kam pasyet, tat kena kam srnuyat, tat kena kam abhivadet, tat kena kam
manvita,tat kea kam vijaniyat ? yenedam sarvam vijanati, tam kena vijaniyat,
vijnataram are kea vijaniyad iti”.
Terjemahan :
‘Sebab
dimana terdapat keadaan yang ganda, seperti keadaan kita sekarang ini, dimana
orang mencium bau yang lain, orang melihat yang lain, orang medegar yang lain,
orang bicara yang lain; orang berpikir yang lain, dan disana orang megerti
tentang yang lain. Sesugguhnya dimana apabila semuanya telah menjadi atman, kemudian
dengan apa dan kepada siapa seseorang semestinya mendengarkan, degan apa dan
kepada siapa seseorang harus bicara, dengan apa dan kepada siapa seseorang
seharusnya berbicara, dengan apa dan kepada siapa sesorang semestinya
memikirkan, dengan apa dan kepada siapa seseorang semestinya mengerti ? dengan
apa semestinya seseorang mengerti semua yang sekarang diketahui. Dengan
apa,sayangku, seseorang semestinya mengerti tentang yang maha-tahu?’
Atman
merupakan percikan terkecil dari Paramatman.
Atman dengan badan adalah laksana kusir dengan kereta. Kusir adalah atman yag mengemudikan
sedangkan kereta adalah badan. Atman
adalah nafas, roh, hidup, pribadi, sifat badan, roh alam semesta yang mendalam
yang tidak mampu dibahas oleh ilmu pengetahuan modern sekalipun. Namun demikian
para Maha Rsi ribuan tahun silam telah sampai pada thesis serta riset dan
teknologi roh. Hal ini dapat kita baca melalui thesis para Rsi yang berupa
kitab-kitab Upanisad. Dalam kitab Brhad Aranyaka IV Prapatal, disebutkan
bahwa :
“Atmaivedam agra asit purusavidhah, so
nuviksya nanyad atmano pasyat, so ham asmity agre vyaharat; tato ham
namabhavat, tasmad apy etarhy amantritah; aham ayam ity evagra uktva, athanyam
nama prabrute yad asyabhavati , sa yat purvo smat sarvasmat sarvan papmana
ausat, kata, “tasmat purusah; osati ha vai sa tam, yo smat purvo bubhusati, ya
evam veda.”
Terjemahan:
Pada
permulaannya dunia ini adalah atman, dalam bentuk sebagai seorang. Melihat
kesekelilingnya dia tidak melihat siapa-siapa kecuali dirinya. Pertama-tama dia
berkata, “Aku”. Karena itu terciptalah kata aku. Karena itu bahkan sampai
sekarang, jika seseorang disebut pertama-tama ia akan berkata “Inilah aku” dan
kemudian menyebutkan nama apa saja yang dia punya. Sebab sebelum semuanya ini,
dia membakar segala kejahatan, karena itulah dia seseorang. Dia yang mengerti
hal ini sesungguhnya membakar orang yang ingin berada di depannya.
Sloka tersebut
diatas memberikan penjelasan bahwa alam semesta ini bermula atau berasal dari
roh dan roh yang tunggal itu meresap pada setiap substansi yang paling kecil
sekalipun. Sebagaimana banyak diuraikan dalam berbagai mantram dan sloka suci
bahwa tiada ruangan yang kosong untuk roh. Untuk dapat lebih memahami konsep
atma melaui kitab-kitab Upanisad dibutuhkan kemampuan ekstra, yaitu kemampuan
di luar batas jangkauan intelektual, karena kedalaman bahasanya sulit diukur
dengan ilmu pengetahuan intelektual. Sehingga dibutuhkan guru spiritual yang
mapan untuk menuntut agar lebih memahami kitab-kitab Upanisad.
2.3 Karma Phala Dalam Brhad-aranyaka Upanisad
Barang
siapa berbuat baik akan mengalami yang baik, dan yang berbuat jahat akan
mengalami kejelekan. Itulah yang dimaksud dengan Karma. Karma ini berlaku
untuk hidup yang lalu , hidup sekarang, dan hidup yang akan datang. Karma berasal dari kata Sanskrit "Kr" yang artinya
pekerjaan, perbuatan. Filosofi karma
bersumber pada Veda yaitu
pengembangan dari filosofi "Rta"
yang artinya sebagai hukum Hyang Widhi atau dalam bahasa sehari-hari disebut
kodrat. Kitab-kitab Upanisad
menyimpulkan bahwa karma adalah
perbuatan yang dilakukan yang akan mendapatkan hasil atau akibat (pahala/ phala) sesuai dengan hukum
kemaha kuasan Hyang Widhi.
Dalam filosofi Rwa bhineda pahala atas karma
manusia ada dua yaitu: pahala yang
baik, dan pahala yang buruk. Pahala/ phala yang baik diterima sebagai
akibat karma yang baik, dan pahala yang buruk diterima sebagai
akibat karma yang buruk seperti apa
yang disebutkan dalam Brhadaranyaka
Upanisad III.2.13:
“Punye vai punyena karmana bhawati papah
papeneti.”
Terjemahan:
Yang dipuji adalah
karma. Sesungguhnya yang menjadikan orang itu berkeadaan baik adalah
perbuatannya yang baik, dan yang menjadikan orang itu berkeadaan buruk adalah
perbuatannya yang buruk.
Dan dalam Brhad-aranyaka IV.4.5 dijelaskan pula
:
“sa va ayam atma brahma, vijnanamayo manomayah
pranamayas caksurmayah, srotramayah, prthivumaya apomayo vayumaya akasamayas
tejomayo’tejomayah kamamayo’kamamayah, krodhamayo’krodhamayo
dharmamayo’dharmamayah sarvamayah tad yad etat; idam-mayah adomaya iti,
yathakari yathacari tatha bhavati, sadhukari sadhur bhavati, papakari papo
bhavati, punyah punyena karmana bhavati, papah papena; athau khalv ahuh;
kamamaya evayam purusa iti, sa yathakamo bhavati, tat kratur bhavati, yat
kratur bhavati, tat karma kurute, yat karma kurute, tat abhisampadyate.”
Terjemahan :
Atman itu sesungguhnya adalah Brahman,
yang terdiri dari kecerdasan, pikiran, yang hidup, pengelihatan, pendengaran,
bumi, air, udara, angkara, sinar dan tiadanya sinar, nafsu dan tiadanya nafsu,
marah dan tiadanya marah, kebenaran dan tiadanya kebenaran dan semua hal.
Inilah yang dimaksud ketika mengatakan bahwa (dia) terdiri dari ini (apa yang
dimengerti), terdiri dari itu (apa yang disimpulkan). Sesuai dengan bagaimana
orang bertindak, sesuai dengan bagaimana seseorang berkelakuan, menjadi itulah
dia. Pelaku hal-hal yang baik akan menjadi baik, pelaku hal-hal jahat akan
menjadi jahat. Seseorang menjadi mulia karena tindakan mulia, buruk karena
tindakan buruk. Yang lain dalam pada itu mengatakan bahwa seseorang itu terdiri
dari nafsu. Bagaimana nafsunya demikian pulalah keinginannya; bagaimana
keinginannya demikian pulalah perbuatan yang dia lakukan, tindakan apapun yang
dia lakukan, itu pulalah yang dia peroleh.
Oleh karena itu kita tahu ada orang
yang dilahirkan sebagai anak raja, dan juga ada orang yang dilahirkan sebagai
anak pengemis.Yang dilahirkan sebagai anak raja itu, apabila di dalam hidupnya
yang sekarang dia jahat, mungkin nanti sesudah mati akan dilahirkan sebagai
anak pengemis. Sedangkan anak pengemis, apabila di dalam
hidupnya yang sekarang baik,mungkin nanti sesudah mati akan
dilahirkan lagi sebagai anak raja. Bahkan mungkin, binatang yang
baik itu nantinya setelah mati akan lahir kembali sebagai
manusia, dan manusia yang jahat akan lahir kembali sebagai binatang.
Hubungan
antara ajaran karma dengan ajaran
tentang penjelmaan atau perpindahan jiwa merupakan hal yang terpenting dalam
ajaran upanisad. Manusia harus
menanggung akibat perbuatan atau karmanya.
Setelah ia mati, pengetahuan dan amal perbuatannya akan membimbing dia. Barang
siapa yang berbuat baik, ia akan dilahirkan kembali sebagai manusia yang baik.
Dan sebaliknya orang yang berbuat jahat, ia akan dilahirkan berulang kali dan
menerima hasil dari perbuatan jahatnya sampai perbuatannya tersebut dapat
ditebus.
2.4 Punarbawa
Dalam Brhad-aranyaka Upanisad
Penjelmaan berulang kali
dalam bahasa Sanskerta disebut sebagai: Samsara, atau Punarbhava,
atau Punarjanma. Hidup yang selalu berputar tiada
henti itulah yang disebut Samsara.
Yaitu lahir, hidup, mati, lahir, hidup, mati, lahir. Jadi sesudah mati jiwa
manusia tidak binasa, sebab ada lanjutan hidup kembali. Seperti yang dijelaskan
dalam Brhad-aranyaka Upanisad IV.4.3-4
:
“Tad yatha
trnajalayuka, trnasyantam gatva, anyam akramam akramya, atmanam upasamharati,
evam evayam atma, idam sariram nihatya, avidam gamayitva, anyam akramam,
atmanam upasamharati.”
Terjemahan :
Seperti
lintah (atau ulat) setelah mencapai ujung dari sebatang rumput, setelah
mendekati (batang rumput yang lain) melekukkan badannya ke arah batang baru ini, demikian juga atman ini, setelah
meninggalkan tubuhnya dan membuat kebodohan, setelah mengadakan pendekatan baru
(kepada tubuh yang lain) melengkungkan badannya (untuk membuat transisi ke
dalam tubuh yang lain).
“Tad yatha
pesaskari pesaso matram upadaya, anyam navataram kalyanataram rupam tanute,
evam evayam atma, idam sariram nihatya, avidyam gamayitva, anyam navataram
kalyanataram rupam kurute, pitryam va, gandharvam va, daivam va, prajapatyam
va, brahmam va anyesam va bhutanam.”
Terjemahan :
Dan
seperti tukang emas, mengambil sebatang emas dan merubahnya menjadi sesuatu
yang lebih baru dan lebih indah, demikian pulalah atman ini, setelah
meninggalkan tubuh lamanya, dan menghilangkan kebodohannya, membuatkan dirinya
bentuk yang lebih baru dan lebih indah seperti para leluhur atau para gandharva, atau devata atau prajapati atau
brahma atau makhluk yang lain.
Samsara terjadi sebagai pahala atas karma yang belum sempurna semasa manusia hidup. Ketidak sempurnaan karma bersumber pada maya yang mengikat atman. Bentuk maya antara lain kenikmatan-kenikmatan duniawi,
pikiran, kemauan, dan keinginan. Untuk
dapat lepas dari ikatan Samsara,
seseorang harus menumpas nafsu keinginanya , dengan mengetahui bahwa Atman adalah Brahman, sehingga ia sampai dapat mencapai pengetahuan yang sejati
atau “Jnana”, dan selanjutnya akan
mencapai “Moksa”,
yaitu kelepasan dan kesadaran bahwa segala sesuatunya adalah satu, dalan arti
bersatu dengan Brahman, maka ia
disebut “JiwanMukta”. Hal ini
dijelaskan dalam Brhad-aranyaka Upanisad
IV.4.6 yaitu :
“Tad esa sloko
bhavati: tad eva saktah saha karmanaiti lingam mano yatra nisaktam asya;
prapyantam karmanas tasya yat kim ceha karoty ayam tasmal lokat punar aiti
asmai lokaya karmane iti nu kamayamanah; athakamayamanah, yo’kamo niskama
apta-kama atma-kamah, na tasya prana utkramanti, brahmaiva san brahmapyeti.”
Terjemahan :
Mengenai
hal ini ada kalimat berikut : “Objek kepada hal apa pikiran kita terikat, badan
halus akan pergi bersama-sama dengan perbuatan, karena terikat kepada hal itu
saja. Menghabiskan semua hasil dari pekerjaan apapun yang telah dia lakukan di
dunia ini, dia kembali lagi dari dunia itu ke dunia ini untuk memulai perbuatan
baru.” Inilah untuk orang yang memiliki nafsu. Tetapi untuk orang yang tanpa
nafsu, yang terbebas dari nafsu, yang nafsunya telah dipenuhi, yang nafsunya
adalah atman; nafasnya tidak akan meninggalkannya. Karena dia Brahman maka dia
akan kembali kepada Brahman.
Kalau memahami proses
reinkarnasi tersebut, maka mudah dimengerti bahwa badan-badan yang kita
dapatkan sekarang merupakan hadiah yang paling adil dan paling tepat dari apa
karma pada kehidupan masa lalu dan kesadaran saat ini akan mempersiapkan badan
untuk kehidupan yang akan datang. Bila kita mengembangkan kesadaran yang
sesungguhnya yaitu kesadaran tentang jati diri kita maka akan mendapatkan
badan-badan yang lebih tinggi. Inilah evolusi dari badan material lebih rendah
ke ke badan material lebih tinggi dan akhirnya mencapai badan rohani yang kekal
untuk menempati dunia rohani. Tetapi sebaliknya bila kesadaran kita merosot,
sangat terikat dengan kepuasan indria-indria, maka akan mendapatkan badan yang
lebih rendah, badan yang cacat, berpenyakitan, bahkan lebih rendah lagi. Hal
ini merupakan human devolution,
terjadi kemerosotan pada tingkat evolusi.
Beberapa bukti ilmiah tentang adanya reinkarnasi telah diungkapkan oleh
beberapa peneliti dengan berbagai metode pendekatan ilmiah. Beberapa buku
seperti Children Past Lives, Twenty Cases
Suggestive of Reincarnation, Where Reincarnation and Biologiy Intersect,
memperkenalkan hasil penelitian Dr. Ian
Stevenson, dari Universitas Virginia, Amerika, tentang bukti-bukti yang
berhubungan dengan adanya kehidupan masa lalu dan reinkarnasi. Reinkarnasi
dalam pengertian hukum positip sulit dibuktikan sebagai suatu kenyataan ingatan
kehidupan masa lalu, karena kemampuan daya ingat otak manusia sangat terbatas.
Namun dalam keadaan tertentu, tanpa disadari atau terjadi perubahan kesadaran
maka ingatan dibawah sadar tersebut akan muncul kepermukaan, dan dapat
menguraikan dengan jelas tentang pengalaman-pengalaman pada kehidupan
sebelumnya. Buku-buku diatas telah
mencatat kasus kasus kehidupan masa lalu seseorang, terutama pada anak-anak
dibawah tiga tahun. Dalam keadaan hinotis dimana kesadarannya menurun namun
dapat mengungkapkan secara terperinci pengalaman-pengalaman kehidupan masa
lalunya. Kemudian cerita yang diungkapkan tersebut dilakukan cross check dengan menelusuri,
nama tempat tahun atau
yang lainnya, ternyata banyak
benarnya. Ian Stevenson telah
meneliti lebih dari duaribuan anak dari berbagai belahan dunia.
Salah satu kasus yang paling
bagus pembuktian kebenarannya yaitu seorang gadis muda dari India bernama
Shanti Devi, yang tinggal di Delhi (lahir tahun 1926) yang pada umur tiga tahun
mulai mengingat dan bercerita tentang hal-hal dari kehidupan masa lalu di kota
Muttra yang jauhnya delapan puluh mil. Dia mengatakan bahwa dia telah menikahi
seorang saudagar kain, melahirkan seorang anak laki-laki dan meninggal dunia
sepuluh tahun kemudian, dan banyak pernyataan yang diceritakan secara detail tentang
kehidupan masa lalunya sampai ia berumur 9 tahun. Pernyataan-pernyataan itu
direkam. Suatu komisi dibentuk untuk merencanakan dan menyaksikan kunjungannya
ke Muttra, tempat keluarga yang sering disebut oleh Shanti Devi, dan
menyaksikan bahwa ia benar-benar mengenali sanak saudaranya yang lain dimasa
lalu, mengetahui dengan detail jalan kerumahnya yang dahulu dikenalinya, dan
bahkan mengungkapkan bahwa ada uang yang disembunyikannya di dalam rumah
tersebut. Tempat persembunyiannya ditemukan dan bekas suaminya mengakui dia
telah memindahkan uang tersebut. Jadi apa yang diceritakan oleh Shanti Devi itu
memang benar-benar nyata.
2.5 Moksa
Dalam Brhad-aranyaka Upanisad
Moksha adalah Kebebasan Paripurna. Keselamatan atau
Pembebasan adalah tujuan terakhir dari empat pilar yang menyangga struktur
kehidupan kita. Tiga pliar lainnya adalah Dharma
atau Kebajikan, Artha atau Kekayaan
dan Kama atau Keinginan.
Lazimnya, moksha diartikan sebagai
"kebebasan dari siklus kehidupan dan kelahiran." Telah ada banyak
pembicaraan, diskusi dan penelitian ilmiah pada subjek kehidupan setelah
kematian, kehidupan setelah kehidupan, pengalaman dekat kematian, reinkarnasi
dan seterusnya. Kendati demikian, moksha
tetaplah sebuah misteri, karena ini bersinggungan dengan sebuah situasi di
balik kehidupan dan di balik kematian. Dalam Brhad-aranyaka Upanisad pada Bab V.10.1 dijelaskan mengenai jalan
sesudah kematian, yaitu:
“Yada vai puruso’smal lokat praiti, sa vayum
agacchati tasmai sa tatra vijihite yatha ratha-cakrasya kham; tena sa urdhva
akramate, sa adityam agacchati; tasmi sa tatra vijihite yatha lambarasya kham;
tena sa urdhva akramate, sa candramasam agacchati, tasmai sa tatra vijihite
yatha dundubheh kham; tena sa urdhva akramate. Sa lokam agacchaty asokam
ahimam; tasmin vasati sasvatih samah.”
Terjemahan :
Sesungguhnya
ketika seseorang meninggalkan dunia ini, dia pergi ke udara. Udara terbuka
dengan sendirinya untuk dia disana sebagai lobang pada roda kereta. Melalui
lobang itu dia menuju ke atas. Dia pergi ke matahari. Disana pun terbuka
untuknya seperti lubang sebuah lambara. Melalui hal ini dia terus menuju ke
atas. Dia mencapai bulan. Disana bulan juga terbuka untuknya seperti lubang
sebuah gendering. Melalui lubang itu dia terus menuju ke atas. Dia menuju dunia
yang terbebas dari kesedihan, bebas dari salju. Disana dia bermukim dalam
tahun-tahun abadi.
Dalam Brhad-aranyaka Upanisad III.5.1
dijelaskan mengenai kelepasan sebagai jalan untuk mengerti Brahman. Supaya orang dapat memperoleh kelepasan atau moksa yaitu bebas dari kelahiran
kembali, yang tiada awal dan tiada akhirnya itu, ia harus membinasakan
keinginannya atau mengendalikan nafsu-nafsu yang jahat. Syarat untuk
menghapuskan diri sendiri, yaitu pengenalan bahwa atman adalah
brahman. Manusia dalam mencapai sampai tingkatan hidup ini
memerlukan latihan dan waktu yang lama sekali. Brhad
aranyaka Upanisad Bab IV.4.7 menjelaskan :
“tad esa sloko bhavati: yada sarve pramucyante
kama ye’sya hrdi sritah, atha martyo’mrto bhavati, atra brahma samasnute iti
tad yathahinirvlayani valmike mrta pratyasta sayita, evam evadam sariram sate.
Athayam asariro mrtah prano brahmaiva, teja eva; so’ham bhagavate sahasram
dadami, iti hovaca janako vaidehah.”
Terjemahan :
Mengenai hal ini ada kalimat berikut : “ketika
semua nafsu yang dipendam dalam hati dibuang jauh, barulah manusia fana ini
akan menjadi abadi, kemudian barulah dia mencapai Brahman disini (dalam tubuh ini).” Sama juga seperti kulit ular
tergeletak di sarang semut, mati, tercampakkan, begitu pulalah tubuh ini.
Tetapi yang hidup tanpa tubuh ini, yang abadi adalah Brahman saja, yang adalah sinar, Yang Mulia.’
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dapat
disimpulkan bahwa dengan mempelajari kitab
Upanisad pembaca dapat memahami tentang pokok-pokok ajaran Panca Sradha yang terdapat hampir di
semua bagian kitab tersebut. Khususnya kitab Brhad-aranyaka Upanisad memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa Brahman itu bersifat Neti-neti, artinya
bukan kasar, bukan pendek, bukan bayangan ,tanpa ukuran, dan sejenisnya. Jadi, Brahman bukanlah suatu substansi dan tidak memiliki sifat. Secara
positif Brahman dapat dinyatakan
dengan ungkapan sat-cit ananda.
Sama
halnya dengan Brahman, atman bukan digambarkan seperti
ini,(neti neti), Atman tidak dapat
dilihat,tidak dapat dirasakan, Tidak terhancurkan,dan juga tidak hancur. Tidak
pernah menderita,tidak pernah merasakan rasa sakit,atau tidak dapat terluka.
Tidak terikat,dan tidak pernah terikat dengan apapun. Ketika berhubungan dengan
tubuh dan di bawah pengaruh dari ketidak perdulian kosmis (avidya atau maya), atman melupakan sifat alaminya dan
dengan salahnya mengidentifikasikan dirinya dengan tubuh. Pengindentifikasian
yang salah ini adalah penyebab dari keterikatan dengan keberadaan materi dan
kesenangan, rasa sakit dan penderitaan dalam siklus kelahiran dan kematian
dalam dunia yang penuh dengan peristiwa.
Karma Phala
dalam Brhadaranyaka
Upanisad dijelaskan dalam bab III.2.13: “Punye vai punyena karmana bhawati papah papeneti.” Terjemahannya: Yang dipuji adalah
karma. Sesungguhnya yang menjadikan orang itu berkeadaan baik adalah
perbuatannya yang baik, dan yang menjadikan orang itu berkeadaan buruk adalah
perbuatannya yang buruk. Samsara atau
Punarbawa terjadi sebagai pahala atas karma yang belum sempurna semasa
manusia hidup. Ketidak sempurnaan karma bersumber pada maya yang mengikat atman. Bentuk maya antara lain
kenikmatan-kenikmatan duniawi, pikiran, kemauan, dan keinginan. Untuk dapat lepas dari
ikatan Samsara, seseorang harus
menumpas nafsu keinginanya , dengan mengetahui bahwa Atman adalah Brahman,
sehingga ia sampai dapat mencapai pengetahuan yang sejati atau “Jnana”, dan selanjutnya akan mencapai“Moksa”, yaitu kelepasan dan kesadaran
bahwa segala sesuatunya adalah satu, dalan arti bersatu dengan Brahman, maka ia disebut “Jiwan Mukta”. Hal ini dijelaskan dalam Brhad-aranyaka Upanisad IV.4.6.
Moksha diartikan sebagai "kebebasan dari siklus kehidupan dan
kelahiran." Telah ada banyak pembicaraan, diskusi dan penelitian ilmiah
pada subjek kehidupan setelah kematian, kehidupan setelah kehidupan, pengalaman
dekat kematian, reinkarnasi dan seterusnya. Kendati demikian, moksha tetaplah
sebuah misteri, karena ini bersinggungan dengan sebuah situasi di balik
kehidupan dan di balik kematian. Dalam Brhad-aranyaka Upanisad III.5.1 dijelaskan mengenai kelepasan
sebagai jalan untuk mengerti Brahman.
Supaya orang dapat memperoleh kelepasan atau moksa yaitu bebas dari kelahiran
kembali, yang tiada awal dan tiada akhirnya itu, ia harus membinasakan
keinginannya atau mengendalikan nafsu-nafsu yang jahat yang sudah dijelaskan dalam Brhad aranyaka Upanisad Bab IV.4.7.
No comments:
Post a Comment