Thursday, May 7, 2015

AJARAN PANCA SRADHA DALAM KITAB BRHADARANYAKA UPANISAD



BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Kitab Upanisad termasuk dalam kitab Veda Sruti, di samping sastra-sastra Brahmana.  Ajaran yang tertulis dalam semua kitab upanisad merupakan reaksi dari kaum ksatria terhadap kekuasaan kaum brahmana pada zaman brahmana. Pertentangan para kaum Ksatria terhadap kaum brahmana itu diajarkan dalam ajaran-ajaran upanisad. Upanisad memuat tentang ajaran filsafat, meditasi serta konsep ketuhanan.
Upanisad yang tertua di antaranya adalah Brhadaranyaka Upanisad dan Chandogya Upanisad, diperkirakan disusun pada abad kedelapan sebelum masehi. Dan diantara Upanisad yang banyak jumlahnya tersebut, yang termasyhur ialah Chandogya dan Kathaka-Upanisad, yang kebanyakan Upanisad-Upanisad tersebut berbentuk percakapan antara seorang murid dengan seorang guru yang tahu segala-galanya atau antara dua orang Brahmana. Ajaran-ajaran pokok dalam semua kitab upanisad sebagian besar membahas mengenai konsep ajaran Panca Sradha. Pada pembahasan ini akan lebih fokus menjelaskan tentang Brhadaranyaka upanisad serta pokok ajaran Panca Sradha yang ada didalamnya.
Brhadaranyaka Upanisad termasuk ke dalam sukla yajur veda dan memiliki enam bagian yang kesemuanya kecuali bagian ketiga dan keempat, menguraikan upasana atau pemujaan yang dihubungkan dengan karma atau kegiatan ritual (Kasutri, N. 1998:43). Bagian ketiga dan keempat berisi ajaran dari yajnavalkya tentang kebenaran yang disampaikan kepada Janaka. Keagungan dan kebesaran yang luar biasa dari kecerdasan orang bijak ini secara mengagumkan diperlihatkan dalam upanisad ini. Para calon sprititual yang ingin mencapai tujuan pembebasan, bagian dari brhadaranyaka ini memberikan tuntunan yang terbaik. Oleh karena itu bagian ini dinyatakan sebagai yajnavalkya kanda. Upanisad ini merupakan yang terakhir dari 10 buah upanisad yang terkenal karena ukurannya yang besar atau luas, ia dinamakan brhat; dan karena ia merupakan kitab yang terbaik untuk dipelajari di keheningan hutan atau aranya, ia merupakan sebuah kitab aranyaka dan ia mengajarkan brahmajnana, sehingga ia digolongkan sebagai sebuah upanisad.
Brhadaranyaka upanisad yang dianggap sebagai yang terpenting dari semua upanisad, membentuk bagian dari pada Sathapatha Brahmana. Upanisad ini terdiri dari tiga kanda, yaitu Madhu Kanda yang mengajarkan tentang identitas dasar dari individu dan atman semesta. Yajnavalkya atau muni kanda yang memberikan pembenaran secara falsafah dari ajaran ini. Dan Khila kanda artinya tambahan yang membicarakan tentang beberapa macam pemujaan dan Samadhi, upasana yaitu menjawab secara garis besar tiga tahap kehidupan beragama, sravana, mendengarkan upadesa atau ajaran, manana, pemikiran logis, upapatti dan nididhayasana atau Samadhi perenungan. Pada pokok pembahasan ini akan lebih difokuskan pada penjelasan mengenai pokok ajaran Panca Sradha dalam Brhadaranyaka Upanisad yaitu tentang pokok ajaran Ketuhanan, Atman, Karma Phala, Punarbawa, dan Moksa.
1.2       Rumusan Masalah
1.2.1    Bagaimanakah konsep Brahman dalam Brhad-aranyaka upanisad?
1.2.2    Bagaimanakah konsep Atman dalam Brhad-aranyaka upanisad?
1.2.3    Bagaimanakah konsep Karma Phala dalam Brhad-aranyaka upanisad?
1.2.4    Bagaimanakah konsep Punarbawa dalam Brhad-aranyaka upanisad?
1.2.5    Bagaimanakah konsep Brahman dalam Brhad-aranyaka upanisad?
1.3       Tujuan
            Tujuan dari pemaparan materi ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang ajaran-ajaran pokok yang terdapat dalam kitab Brhad-aranyaka Upanisad, khususnya tentang pokok ajaran Panca Sradha yaitu percaya dengan adanya Brahman, Atman, Karma Phala, Punarbawa, dan Moksa.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Brahman Dalam Brhad-aranyaka Upanisad
Dalam kitab suci Hindu sifat-sifat Tuhan dilukiskan sebagai Yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. Dia merupakan perwujudan keadilan, kasih sayang dan keindahan. Dalam kenyataannya, Dia merupakan perwujudan dari segala kwalitas terberkati yang senantiasa dapat dipahami manusia. Dia senantiasa siap mencurahkan anugerah, kasih dan berkah-Nya pada ciptaan-Nya. Dengan kata lain, tujuan utama penciptaan dunia semesta ini adalah untuk mencurahkan berkah-Nya pada mahluk-mahluk, membimbingnya secara bertahap dari keadaan yang kurang sempurna menuju keadaan yang lebih sempurna.
Dalam Brhadaranyaka Upanisad Bab III.8.8-9, sesungguhnya Brahman itu tidak dapat dikatakan bagaimana, dalam jawaban Yajnavalkya atas pertanyaan Gargi, dinyatakan bahwa :
“sa hovaca: etad vai tad aksaram, gargi, brahmana abhivadanti, asthulam, ananu, ahrasvam, adirgham, alohitam, asneham, acchayam, atamah, avayv anakasam, asangam, arasam, agandham, acaksuskam, asrotram, avak, amanah, atejaskam, apranam, amukham, amatram, anantaram, abahyam; na tad asnati kim cana, na tad asnati kas cana.” || 3.8.8 ||
“etasya va aksarasya prasasane, gargi, suryacandramasau vidrtau tisthatah;etasya va aksarasya prasasane, gargi,dyavaprthivyau vidhrte tisthatah;etasya va aksarasya rasasane, gargi, nimesa, muhurta, ahoratrany ardhamasa, masa, rtavah, samvatsara iti. Vidhrtas tisthanti; etasya va aksarasya prasasane, gargi, pracyo’nya nadyah syandante svetebhaharvatebhyah, praticyo’nyah, yam yam ca disam anu; etasya va aksarasya prasasane, gargi, dadato manusyah prasamsanti; yajamanam devah, darvim pitaro’nvayattah.” || 3.8.9 ||
Terjemahan :
“Yang mengerti Brahman menyebutnya yang Kekal. Dia tidaklah kasar, bukan pula halus, tidak pendek tidak pula panjang, tidak bersinar merah (seperti api) tidak pula menempel (seperti air). Dia bukanlah bayangan ataupun kegelapan,bukan pula udara atau angkasa, yanpa ikatan, tanpa rasa, tanpa bau, tanpa mata , tanpa telinga, tanpa suara, tanpa pikiran, tanpagemerlapan, tanpa nafas,tanpa mulut, tanpa ukuran, tiada apapun di dalam dan di luar-Nya. Dia tidak memakan apapun dan tiada apapun bisa memakan-Nya. Sesungguhnya atas perintah yang kekal itu, matahari dan bulan berada pada kedudukannya masing-masing”.
Maksud uraian di atas tidak lain menyatakan bahwa dalam Brhad Aranyaka Upanisad disebutkan bahwa Brahman itu bersifat Neti-neti, artinya bukan kasar, bukan pendek, bukan bayangan ,tanpa ukuran, dan sejenisnya. Jadi, Brahman bukanlah suatu substansi dan tidak memiliki sifat. Walaupun demikian, secara positif Brahman dapat dinyatakan dengan ungkapan sat-cit ananda. Kata sat berarti ada atau keberadaan. Jika Brahman disebut sat berarti bahwa hanya Brahman-lah yang memiliki keberadaan, Ialah satu-satunya yang ada, yang harus dibedakan dengan segala yang lain dari pada-Nya, yang tidak memiliki ada atau keberadaan.
            Kata cit berarti kesadaran yang menunjuk kepada sifat Brahman yang rohani. Brahman yang satu-satunya memiliki ada itu adalah Brahman yang sadar, bukan yang mati, yang bersifat rohani bukan bendani. Ananda artinya bahagia, yang menunjuk kepada sifat Brahman yang meliputi segala sesuatu dan mempersatukan segalanya yang hanya terdiri dari kebahagiaan saja. Ungkapan sat-cit-ananda menunjukkan bahwa Brahmanlah satu-satunya realitas rohani yang bersifat mutlak, tetapi juga meliputi segala sesuatu yang ada, yang sadar atau yang bersifat rohani, sehingga segala sesuatu yang memiliki kedua sifat itu harus dialirkan ke luar dari pada-Nya.
Ia yang menjadikan dirinya sendiri dan memenuhi alam semesta. Brahman itu tidak berbeda dari Sang Diri, seluruh umat manusia (hakekatnya) adalah Brahman. Berpangkal dari pandangan ini seluruh umat manusia pada hakekatnya/ esensinya adalah sama dan satu. Dalam Brhad-aranyaka Upanisad 3.9.28. disebutkan :
“Satyam Jnanam anantam Brahma, vijnanam anandam brahma”
Terjemahan :
Brahman adalah Kebenaran dan Pengetahuan (tak terbatas), Brahman adalah Pengetahuan tertinggi dan kebahagiaan.
Upanisad menyatakan bahwa Tuhan pada hakekatnya Esa, sumber segala sesuatu yang ada di Alam Semesta dan menjadi tempat kembalinya segala sesuatu. Beliau Pencipta, Pengatur sekaligus sebagai Pemralina segala sesuatu yang ada di Alam Semesta ini. Dalam Brhadaranyaka Upanisad  menyatakan : “Sarwam Khalvidam Brahman” terjemahannya ‘Segalanya adalah Tuhan Yang maha Esa’. Konsep ini mengandung paham Monisme. Keyakinan terhadap adanya Keesaan Tuhan yang merupakan hakekat alam semesta. Esa dalam segala. Segalanya berada di dalam yang Esa.
Pernyataan yang lain dilengkapi oleh ceritera Gargya dalam Brhadaranyaka Upanisad Bab II.1.1, yang tak berhasil memberikan batasan tentang Brahman dan akhirnya ia mendapat penjelasan tentang atman untuk menjelaskan tentang Brahman dari seorang raja. Apabila untuk tujuan ini kita berpegang teguh pada perbedaan Brahman sebagai azas alam semesta dengan atman sebagai azas rohani, maka pemikiran pokok dari semua ajaran filsafat Upanisad dapat kita nyatakan dengan persamaan yang sederhana, yaitu “Brahman = Atman”.
Brahman, kekuatan yang menampilkan din kepada kita membenda pada semua benda yang terjadi, yang mencipta, mendukung, memelihara dan menerima kembali seluruh alam semesta ini ke dalam diri-Nya sendiri, dan tenaga suci yang kekal tak terbatas ini sama dengan atman yang apabila kita tinggalkan dengan melepaskan semua bentuk kulit- luar, kita akan mendapatkan dalam din kita sendiri sebagai hakekat yang paling hakiki, pribadi kita, jiwa kita. Kesamaan akan Brahman dan atman ini, antara Tuhan dan roh perseorangan, adalah pandangan yang mendasar pada semua ajaran upanisad.
Pada Bab III.9.1-9 dijelaksan pula tentang berbagai Dewata dan satu Brahman. Yajnavalkya menjelaskan jumlah dewata berdasarkan yang dijelaskan dalam nivid yaitu 303 dan 3003. Jumlah tersebut adalah hanya perwujudan dari mereka saja, sebenarnya jumlah mereka ada 33 dewata. 33 Dewata tersebut adalah Kedelapan Vasu, kesebelas Rudra, dan kedua belas Aditya, semuanya menjadi 31, Indra dan Prajapati maka semuanya menjadi 33.
2.2       Atman Dalam Brhad-aranyaka Upanisad
Atman berasal dari kata “an” yang artinya bernafas (hidup). Dalam pengertian umum Atman berarti roh atau jiwa yang mencakup segala aspek hidup. Sebagaimana halnya Brahman, maka Atman pun bersifat kekal abadi dan tidak pernah mati, dan di dalam Rg Veda Atman disebut “Ajobhagah” yaitu yang tidak dilahirkan. Atman adalah merupakan esensi dasar dari manusia, sedangkan Brahman adalah esensi hidup dari seluruh alam semesta. Namun hakekat sejatinya Brahman dan Atman adalah sama (menunggal).


Brhad aranyaka Upanisad III.9.26. mengatakan :
“kasmin nu tvam catma ca pratisthitau stha iti. pkasmin nu tvam catma ca pratisthitau stha iti. prana iti. kasmin nu pranah pratisthita iti. apana iti. kasmin nv apanah pratisthita iti. vyana iti. kasmin nu vyanah pratisthita iti. udana iti. kasminn udanah pratisthita iti. samana iti. sa esa, na iti. na ity atma, agrhyah na hi grhyate, asiryah, na hi siryate, asangah na hi sajyate, asito na vyathate, na risyati. etany astav ayatanani, astau lokah, astau devah, astau purusah. sa yas tan purusan niruhya pratyuhyatyakramat, tam tva aupanisadam purusam prcchami. tam cen me na vivaksyasi murdha te vipatisatiti. tam ha na mene sakalyah, tasya ha murdha vipapata, api hasya parimosino'sthiny apajahruh, anyan manyamanah." || 3.9.26 ||
Terjemahan :
Atman itu bukanlah yang ini. Dia tidak bisa dilukiskan, karena dia tidak terlukiskan. Dia tidak bisa hancur, karena tidak pernah dihancurkan. Dia tidak pernah terikat, karena Dia tidak pernah mengikat dirinya”.
Menurut pandangan hindu, atman adalah intisari yang terdapat di dalam diri seseorang. Atman ini adalah murni, suci, abadi, sempurna, ada dimana, mahakuasa, dan maha tahu. Dalam kata-kata Rsi Yajnavalkya (Brhadaranyaka Upanisad IV.5.15):
"Kesadaran (atman), bukan digambarkan seperti ini,(neti neti), Atman tidak dapat dilihat, tidak dapat dirasakan, Tidak terhancurkan,dan juga tidak hancur. Tidak pernah menderita,tidak pernah merasakan rasa sakit,atau tidak dapat terluka. Tidak terikat,dan tidak pernah terikat dengan apapun"
Ketika berhubungan dengan tubuh dan di bawah pengaruh dari ketidak perdulian kosmis (avidya atau maya), atman melupakan sifat alaminya dan dengan salahnya mengidentifikasikan dirinya dengan tubuh. Pengindentifikasian yang salah ini adalah penyebab dari keterikatan dengan keberadaan materi dan kesenangan, rasa sakit dan penderitaan dalam siklus kelahiran dan kematian dalam dunia yang penuh dengan peristiwa. Ini adalah tujuan utama dari kehidupan keagamaan Hindu adalah untuk mentransendentalkan seseorang,untuk menyadari sifat alami seseorang, yang merupakan sifat ketuhanan yang suci,dan murni. Kesadaran ini disebut dengan moksa,atau pembebasan dari jiwa,dari siklus kematian dan kelahiran,yang menghasilkan penyatuan dengan Tuhan.
Walaupun kata sansekerta atman secara umum diterjemahkan sebagai jiwa, atman dan jiwa tidak berubah yang berbeda dengan pengertian Barat mengenai jiwa. Apa yang disebut dengan jiwa oleh orang barat disebut dengan manas (atau suksma sarira). Dalam pandangan hindu,pikiran,kecerdasan dan ego muncul dalam atman, dalam tubuh fisik. Atman juga terkadang diterjemahkan sebagai jiwa (spirit) atau diri.
Selanjutnya dalam Brhad-aranyaka Upanisad dalam Percakapan Yajnavalkya dengan Maitreyi mengenai Atman yang mutlak, dijelaskan sebagai berikut:
Dalam Brahmana ke-4 sloka 1-14 Menjelaskan:
“Maitreyi, iti hovaca yajnavalkyah, ud yasyan va are ‘ham asmat sthanad asmi, hanta, te ‘naya katyayanyantam karavaniti.”
Terjemahan :
Maitreyi,’’kata yajnavalkya, sesungguhnya aku akan melewati masa yang sekarang ini (grhastha). Karena itulah aku akan mengadakan penyelesaian terakhir dengan engkau dan Katyayani itu’
Dalam Sloka selanjutnya dijelaskan :
Kemudian Maitreyi berkata : “ Tuanku, apabila seluruh jagad ini diisi kekayaan yang menjadi milikku, bisakah kekayaan itu menjadikanku abadi ?” “Tidak bisa,” jawab Yajnavalkyah: “Seperti hidup seorang yang kaya, begitu jugalah hidupmu. Tentang keabadian, bagaimanapun tak ada harapan akan bisa di capai melalui kekayaan.”
Kemudian Maitreyi bertanya : “ Apakah yang harus kuperbuat dengan hal yang menyebabkan aku tidak bisa menjadi yang abadi ? Tuanku terangkanlah mengenai hal yang paduka ketahui tentang jalan kearah keabadian.”
Penjelasan : hal ini berkaitan dengan ajaran Catur asrama. Yang mana dalam catur asrama kususnya terdapat pada jenjang kedua yaitu Grhasta,  masa ini adalah masa-masa membangun suatu rumah tangga. Dan didalam sloka diatas terdapat percakapan yang menanyakan “apakah kekayaan dapat menyebabkan sebuah keabadian ?” kemudian akan diulas pada sloka-sloka berikut :
“Sa hovaca yajnavalkyah , priya bata are nah sati priyam bhasase;  ehi, assva vyakhyasyami te; vyacaksyanasya tu me nididhyasasva iti”
Terjemahan :
‘Kemudian Yajnavalkya menjawab : (Wahai, istriku ) engkau yang selalu kusayang (bahkan sebelumnya ) dan sekarang engkau bicara mengenai  hal yang paling kudambakan. Duduklah disini, akan kuterangkan padamu. Bahkan ketika aku menerangkannya, camkanlah apa yang kukatakan.
Dalam sloka berikutnya akan diterangkan mengenai atman itu sendiri :
“Sa hovaca : na va are patyuh kamaya patih priyo bhavati, atmanas  tu kamaya patih priyo bhavati : na va jayayai kamaya jaya priya bhavati, atmanas tu kamaya jaya priya bhavati ; na vaare putranam kamaya putrah priya bhavanti, atmanas tu kamaya putrah priya bhavanti ; na va are vitasya kamaya vittam priyam bhavati, atmanas tu kamaya vittam priyam bhavati ; na va are brahmanah kamaya brahma priyam bhavati, atmanas tu kamaya brahma priyam bhavati; na va are ksatrasya kamaya ksatram priyam bavati; atmanas tu kamaya ksatram priyam bhavati; na va are lokanam kamaya lokah priya bhavanti, atmanastu kamaya lokah priyah bhavanti ; na va are devanam kamaya devah priya bhavanti,atmanas tu kamaya devah priya bhavanti ; na va are bhutanam kamaya bhutani priyani bhavanti, atmanas tu kamaya bhutani priyani bhutani ; na va are sarvasya kamaya sarvam priyam bhavati, atmanas tu kamaya sarvam priyam Bhavanti; atma va are drastavyah. Srotavyo mantavyo nididhyiasitavyah: maitreyi atmono va are darsanena sarvanena matya vijnanenesarvam viditam”
Terjemahan :
‘Kemudian dia berkata : “Sesunggguhya bukanlah  untuk kepentingan sang suami, sang suami disayangi, tetapi sang suami disayangi untuk kepentingan atman.sesungguhnya bukanlah untuk kepentingan sang istri, sang istri disayangi, melainkan sang istri disayangi untuk kepentingan atman. Sesungguhnya bukanlah kepentingan sang anak, sang anak disayangi, melainkan sang anak disayangi untuk kepentingan atman. Sesungguhnya bukan untuk kepentingan kekayaan bahwa kekayaan itu disayangi, tetapi kekayaan itu disayangi untuk kepentingan atman. Sesungguhnya  bukanlah  demi kepentingan ke-brahmana-an ke-brahmana-an itu disayangi, tetapi ke-brahmana-an itu disayangi demi kepentingan atman.Sesungguhnya bukanlah untuk kepentingan ke-ksatrya-an ke-ksatrya-an itu disayangi, tetapi ke-ksatrya-an itu disayangi  demi kepentingan atman. Sesungguhnya bukan untuk kepentingan dunia, dunia disayangi, tetapi dunia disayangi demi kepentingan atman. Sesugguhnya bukan untuk kepentingan dewata, dewata iitu disayangi, tetapi dewata disayangi demi kepentingan atman.sesungguhnya bukanlah untuk kepentingan  makhluk-makhluk, makhluk makhluk itu disayangi, tetapi makhluk-makhluk tu disayangi demi kepentingan atman. Sesungguhnya bukan untuk kepentingan semua, semua disayangi tetapi semua disayangi demi kepentingan atman. Sesungguhnya  Maitreyi , atman inilah seharusya  dilihat, didengar, dipikirkan, dan samadhi  kepadanya. Seungguhnya, dengan melihatnya, dengan mendengarnya, dengan memikirkannya, dengan mengerti tentang atman, semuanya akan dimengerti’.
Penjelasannya bahwa semua yang ada ini dipandang sebagai atman. Atman inilah yang sesungguhya disanyangi, dimengerti, diapahami maka kita akan dapat mengerti semuanya.karena pada dasarnya semua tidak ada yang abadi kecuali atman. Seperti pada ajaran Agama Hindu ada suatu sloka yang berbunyi: "Moksartham Jagadhita ya ca iti dharmah", yang berarti bahwa tujuan beragama adalah untuk mencapai kesejahteraan jasmani dan ketentraman batin (kedamaian abadi ).  Ajaran tersebut selanjutnya dijabarkan dalam konsepsi Catur Purusa Artha  yang berarti empat dasar dan tujuan hidup manusia, yang terdiri dari Dharma, Artha, Kama, Moksa. Jadi, apabila ingin mencapai sesuatu yang abadi maka kita perlu menerapkan ajaran tersebut. Sloka berikutnya menjelaskan lagi mengenai atman.
Brahmana tidak akan memperhatikan dia yang menganggapnya berbeda dengan atman. Ksatrya akan mengesampingkan dia yang menganggapnya berbeda dengan atman. Dunia mengesampingkan seseorang yang membedakannya dengan atman. Dewata mengesampingkan dia yang menganggapnya berbeda dari atman. Makhluk-makhluk mengesampingkan dia yang menganggapnya berbeda dari atman. Semuanya mengesampingkan dia yang menganggap hal ini sebagai hal yang berlainan dengan atman. Brahmana ini, ksatria ini, dunia-dunia ini, dewata ini, makhluk-makhluk ini dan semua ini adalah atman.
Sebagaimana ketika bedug dipukul, seorang tidak akan sanggup menangkap suara yang dikeluarkan, tetapi dengan memegang bedug atau pemukul bedugnya, suara bisa ditangkap. Seperti pula ketika kulit kerang ditiup, seseorang tidak akan sanggup menangkap suara yang dikeluarkan, tetapi dengan memegang kulit kerangnya, suara akan ditangkap. Seperti juga ketika vina (seruling) ditiup, seorang tidak akan sanggup menangkap suara yang dikeluarkanyang dikeluarkan, tetapi dengan memegng vina-nya atau pemain vina-nya suaranya akan bisa ditangkap. Seperti juga sinar api yang dihidupkan dengan minyak campur air, berbagai asap akan keluar menyebar, begitu juga, sayangku, Rg-Veda, Yajur Veda, Sama Veda, Atharvangirasa, Purana dan Itihasa, Ilmu Pengetahuan, Upanisad, sloka, aphorisme, penjelasan komentar-komentar Dan hal inilah, semuanya ini dinafaskan.
Sebagaimana juga lautan adalah tujuan tempat bersatunya semua air, seperti pula kulit adalah tujuan dari segala macam rabaan, demikian juga halnya dengan lobang hidung adalah satu tujuan dari segala macam bau, lidah adalah tujuan dari semua rasa, mata adalah tujuan dari semua betuk, demikian juga telinga adalah tujuan dari semua suara, seperti pikiran yang menjadi tujuan dari semua penentuan, jantung adalah tujuan dari semua pengetahuan, tangan-tangan adalah tujuan dari semua tindakan, alat kelamin adalah tujuan dari segala’ Macam kenikmatan, alat pembuangan adalah tujuan dari semua pengungsian (ampas), kaki adalah tujuan dari semua gerakan, wicara adalah satu tujuan dari semua veda.’ Sama seperti segumpal garam yang dilempar air, larut didalamnya, dan tidak ada lagi yang tersisa dan yang bisa diambil, tetapi siapa saja yang mengambil (airnya)akan merasakan bahwa air tersebut adalah asin, demikian pulalah wujud yang Agung ini, tanpa batas hanya terdiri dari pengetahuan. Muncul dari unsur-unsur ini, seseorang juga akan binasa kedalamnya. Ketika dia meninggal, tidak akan ada lagi pegetahuan. Inilah apa yang kukatakan, istriku, demikianlah kata Yajnavalkya’.
“Sa hovaca maitreyi atraiva ma bhagavan amumuhat, na pretya samjnastiti. Sa hovaca, na va are’ham moham bravimi, alam va ara idam vijnanaya”.
Terjemahan :
‘Kemudian Maitreyi  berkata : “ tuanku, disinilah kiranya Tuanku membingungkan saya sewaktu mengatakan, ketika dia meninggal, tidak ada lagi pengetahuan “Kemudin yajnavalkya mejawab : “Maksudku tidaklah untuk mengatakan sesuatu yang membingungkan. Hal ini adalah cukup untuk dimengeri’
“Yatra hi dvaitamiva bhavati taad itara itaram jighrati, tad itara itaram pasyati, tad itara itaram srnoti, tad itara itaram abhivadati, tad itara itaram manute, tad itara itaram vijanati, yatra tv asya sava atmaivabhut, tat kena kam jighret, tat kena kam pasyet, tat kena kam srnuyat, tat kena kam abhivadet, tat kena kam manvita,tat kea kam vijaniyat ? yenedam sarvam vijanati, tam kena vijaniyat, vijnataram are kea vijaniyad iti”.
Terjemahan :
‘Sebab dimana terdapat keadaan yang ganda, seperti keadaan kita sekarang ini, dimana orang mencium bau yang lain, orang melihat yang lain, orang medegar yang lain, orang bicara yang lain; orang berpikir yang lain, dan disana orang megerti tentang yang lain. Sesugguhnya dimana apabila semuanya telah menjadi atman, kemudian dengan apa dan kepada siapa seseorang semestinya mendengarkan, degan apa dan kepada siapa seseorang harus bicara, dengan apa dan kepada siapa seseorang seharusnya berbicara, dengan apa dan kepada siapa sesorang semestinya memikirkan, dengan apa dan kepada siapa seseorang semestinya mengerti ? dengan apa semestinya seseorang mengerti semua yang sekarang diketahui. Dengan apa,sayangku, seseorang semestinya mengerti tentang yang maha-tahu?’
Atman merupakan percikan terkecil dari Paramatman. Atman dengan badan adalah laksana kusir dengan kereta. Kusir adalah atman yag mengemudikan sedangkan kereta adalah badan. Atman adalah nafas, roh, hidup, pribadi, sifat badan, roh alam semesta yang mendalam yang tidak mampu dibahas oleh ilmu pengetahuan modern sekalipun. Namun demikian para Maha Rsi ribuan tahun silam telah sampai pada thesis serta riset dan teknologi roh. Hal ini dapat kita baca melalui thesis para Rsi yang berupa kitab-kitab Upanisad. Dalam kitab Brhad Aranyaka IV Prapatal, disebutkan bahwa :
Atmaivedam agra asit purusavidhah, so nuviksya nanyad atmano pasyat, so ham asmity agre vyaharat; tato ham namabhavat, tasmad apy etarhy amantritah; aham ayam ity evagra uktva, athanyam nama prabrute yad asyabhavati , sa yat purvo smat sarvasmat sarvan papmana ausat, kata, “tasmat purusah; osati ha vai sa tam, yo smat purvo bubhusati, ya evam veda.”
Terjemahan:
Pada permulaannya dunia ini adalah atman, dalam bentuk sebagai seorang. Melihat kesekelilingnya dia tidak melihat siapa-siapa kecuali dirinya. Pertama-tama dia berkata, “Aku”. Karena itu terciptalah kata aku. Karena itu bahkan sampai sekarang, jika seseorang disebut pertama-tama ia akan berkata “Inilah aku” dan kemudian menyebutkan nama apa saja yang dia punya. Sebab sebelum semuanya ini, dia membakar segala kejahatan, karena itulah dia seseorang. Dia yang mengerti hal ini sesungguhnya membakar orang yang ingin berada di depannya.
            Sloka tersebut diatas memberikan penjelasan bahwa alam semesta ini bermula atau berasal dari roh dan roh yang tunggal itu meresap pada setiap substansi yang paling kecil sekalipun. Sebagaimana banyak diuraikan dalam berbagai mantram dan sloka suci bahwa tiada ruangan yang kosong untuk roh. Untuk dapat lebih memahami konsep atma melaui kitab-kitab Upanisad dibutuhkan kemampuan ekstra, yaitu kemampuan di luar batas jangkauan intelektual, karena kedalaman bahasanya sulit diukur dengan ilmu pengetahuan intelektual. Sehingga dibutuhkan guru spiritual yang mapan untuk menuntut agar lebih memahami kitab-kitab Upanisad.
2.3       Karma Phala Dalam Brhad-aranyaka Upanisad
Barang siapa berbuat baik akan mengalami yang baik, dan yang berbuat jahat akan mengalami kejelekan. Itulah yang dimaksud dengan Karma. Karma ini berlaku untuk hidup yang lalu , hidup sekarang, dan hidup yang akan datang. Karma berasal dari kata Sanskrit "Kr" yang artinya pekerjaan, perbuatan. Filosofi karma bersumber pada Veda yaitu pengembangan dari filosofi "Rta" yang artinya sebagai hukum Hyang Widhi atau dalam bahasa sehari-hari disebut kodrat. Kitab-kitab Upanisad menyimpulkan bahwa karma adalah perbuatan yang dilakukan yang akan mendapatkan hasil atau akibat (pahala/ phala) sesuai dengan hukum kemaha kuasan Hyang Widhi.
Dalam filosofi Rwa bhineda pahala atas karma manusia ada dua yaitu: pahala yang baik, dan pahala yang buruk. Pahala/ phala yang baik diterima sebagai akibat karma yang baik, dan pahala yang buruk diterima sebagai akibat karma yang buruk seperti apa yang disebutkan dalam Brhadaranyaka Upanisad III.2.13
Punye vai punyena karmana bhawati papah papeneti.”
Terjemahan:
Yang dipuji adalah karma. Sesungguhnya yang menjadikan orang itu berkeadaan baik adalah perbuatannya yang baik, dan yang menjadikan orang itu berkeadaan buruk adalah perbuatannya yang buruk.

Dan dalam Brhad-aranyaka IV.4.5 dijelaskan pula :
“sa va ayam atma brahma, vijnanamayo manomayah pranamayas caksurmayah, srotramayah, prthivumaya apomayo vayumaya akasamayas tejomayo’tejomayah kamamayo’kamamayah, krodhamayo’krodhamayo dharmamayo’dharmamayah sarvamayah tad yad etat; idam-mayah adomaya iti, yathakari yathacari tatha bhavati, sadhukari sadhur bhavati, papakari papo bhavati, punyah punyena karmana bhavati, papah papena; athau khalv ahuh; kamamaya evayam purusa iti, sa yathakamo bhavati, tat kratur bhavati, yat kratur bhavati, tat karma kurute, yat karma kurute, tat abhisampadyate.”
Terjemahan :
Atman itu sesungguhnya adalah Brahman, yang terdiri dari kecerdasan, pikiran, yang hidup, pengelihatan, pendengaran, bumi, air, udara, angkara, sinar dan tiadanya sinar, nafsu dan tiadanya nafsu, marah dan tiadanya marah, kebenaran dan tiadanya kebenaran dan semua hal. Inilah yang dimaksud ketika mengatakan bahwa (dia) terdiri dari ini (apa yang dimengerti), terdiri dari itu (apa yang disimpulkan). Sesuai dengan bagaimana orang bertindak, sesuai dengan bagaimana seseorang berkelakuan, menjadi itulah dia. Pelaku hal-hal yang baik akan menjadi baik, pelaku hal-hal jahat akan menjadi jahat. Seseorang menjadi mulia karena tindakan mulia, buruk karena tindakan buruk. Yang lain dalam pada itu mengatakan bahwa seseorang itu terdiri dari nafsu. Bagaimana nafsunya demikian pulalah keinginannya; bagaimana keinginannya demikian pulalah perbuatan yang dia lakukan, tindakan apapun yang dia lakukan, itu pulalah yang dia peroleh.
Oleh karena itu kita tahu ada orang yang dilahirkan sebagai anak raja, dan juga ada orang yang dilahirkan sebagai anak pengemis.Yang dilahirkan sebagai anak raja itu, apabila di dalam hidupnya yang sekarang dia jahat, mungkin nanti sesudah mati akan dilahirkan sebagai anak pengemis. Sedangkan anak pengemis, apabila di dalam hidupnya yang sekarang baik,mungkin nanti sesudah mati akan dilahirkan lagi sebagai anak raja. Bahkan mungkin, binatang yang baik itu nantinya setelah mati akan lahir kembali sebagai manusia, dan manusia yang jahat akan lahir kembali sebagai binatang.
Hubungan antara ajaran karma dengan ajaran tentang penjelmaan atau perpindahan jiwa merupakan hal yang terpenting dalam ajaran upanisad. Manusia harus menanggung akibat perbuatan atau karmanya. Setelah ia mati, pengetahuan dan amal perbuatannya akan membimbing dia. Barang siapa yang berbuat baik, ia akan dilahirkan kembali sebagai manusia yang baik. Dan sebaliknya orang yang berbuat jahat, ia akan dilahirkan berulang kali dan menerima hasil dari perbuatan jahatnya sampai perbuatannya tersebut dapat ditebus.
2.4       Punarbawa Dalam Brhad-aranyaka Upanisad
Penjelmaan berulang kali dalam bahasa Sanskerta disebut sebagai: Samsara, atau Punarbhava, atau Punarjanma. Hidup yang selalu berputar tiada henti itulah yang disebut Samsara. Yaitu lahir, hidup, mati, lahir, hidup, mati, lahir. Jadi sesudah mati jiwa manusia tidak binasa, sebab ada lanjutan hidup kembali. Seperti yang dijelaskan dalam Brhad-aranyaka Upanisad IV.4.3-4 :
“Tad yatha trnajalayuka, trnasyantam gatva, anyam akramam akramya, atmanam upasamharati, evam evayam atma, idam sariram nihatya, avidam gamayitva, anyam akramam, atmanam upasamharati.”
Terjemahan :
Seperti lintah (atau ulat) setelah mencapai ujung dari sebatang rumput, setelah mendekati (batang rumput yang lain) melekukkan badannya ke arah batang  baru ini, demikian juga atman ini, setelah meninggalkan tubuhnya dan membuat kebodohan, setelah mengadakan pendekatan baru (kepada tubuh yang lain) melengkungkan badannya (untuk membuat transisi ke dalam tubuh yang lain).
“Tad yatha pesaskari pesaso matram upadaya, anyam navataram kalyanataram rupam tanute, evam evayam atma, idam sariram nihatya, avidyam gamayitva, anyam navataram kalyanataram rupam kurute, pitryam va, gandharvam va, daivam va, prajapatyam va, brahmam va anyesam va bhutanam.”
Terjemahan :
Dan seperti tukang emas, mengambil sebatang emas dan merubahnya menjadi sesuatu yang lebih baru dan lebih indah, demikian pulalah atman ini, setelah meninggalkan tubuh lamanya, dan menghilangkan kebodohannya, membuatkan dirinya bentuk yang lebih baru dan lebih indah seperti para leluhur atau para gandharva, atau devata atau prajapati atau brahma atau makhluk yang lain.
Samsara terjadi sebagai pahala atas karma yang belum sempurna semasa manusia hidup. Ketidak sempurnaan karma bersumber pada maya yang mengikat atman. Bentuk maya antara lain kenikmatan-kenikmatan duniawi, pikiran, kemauan, dan keinginan.  Untuk dapat lepas dari ikatan Samsara, seseorang harus menumpas nafsu keinginanya , dengan mengetahui bahwa Atman adalah Brahman, sehingga ia sampai dapat mencapai pengetahuan yang sejati atau “Jnana”, dan selanjutnya akan mencapai “Moksa”, yaitu kelepasan dan kesadaran bahwa segala sesuatunya adalah satu, dalan arti bersatu dengan Brahman, maka ia disebut “JiwanMukta”. Hal ini dijelaskan dalam Brhad-aranyaka Upanisad IV.4.6 yaitu :
“Tad esa sloko bhavati: tad eva saktah saha karmanaiti lingam mano yatra nisaktam asya; prapyantam karmanas tasya yat kim ceha karoty ayam tasmal lokat punar aiti asmai lokaya karmane iti nu kamayamanah; athakamayamanah, yo’kamo niskama apta-kama atma-kamah, na tasya prana utkramanti, brahmaiva san brahmapyeti.”
Terjemahan :
Mengenai hal ini ada kalimat berikut : “Objek kepada hal apa pikiran kita terikat, badan halus akan pergi bersama-sama dengan perbuatan, karena terikat kepada hal itu saja. Menghabiskan semua hasil dari pekerjaan apapun yang telah dia lakukan di dunia ini, dia kembali lagi dari dunia itu ke dunia ini untuk memulai perbuatan baru.” Inilah untuk orang yang memiliki nafsu. Tetapi untuk orang yang tanpa nafsu, yang terbebas dari nafsu, yang nafsunya telah dipenuhi, yang nafsunya adalah atman; nafasnya tidak akan meninggalkannya. Karena dia Brahman maka dia akan kembali kepada Brahman.
            Kalau memahami proses reinkarnasi tersebut, maka mudah dimengerti bahwa badan-badan yang kita dapatkan sekarang merupakan hadiah yang paling adil dan paling tepat dari apa karma pada kehidupan masa lalu dan kesadaran saat ini akan mempersiapkan badan untuk kehidupan yang akan datang. Bila kita mengembangkan kesadaran yang sesungguhnya yaitu kesadaran tentang jati diri kita maka akan mendapatkan badan-badan yang lebih tinggi. Inilah evolusi dari badan material lebih rendah ke ke badan material lebih tinggi dan akhirnya mencapai badan rohani yang kekal untuk menempati dunia rohani. Tetapi sebaliknya bila kesadaran kita merosot, sangat terikat dengan kepuasan indria-indria, maka akan mendapatkan badan yang lebih rendah, badan yang cacat, berpenyakitan, bahkan lebih rendah lagi. Hal ini merupakan human devolution, terjadi kemerosotan pada tingkat evolusi.
     Beberapa bukti ilmiah tentang adanya reinkarnasi telah diungkapkan oleh beberapa peneliti dengan berbagai metode pendekatan ilmiah. Beberapa buku seperti Children Past Lives, Twenty Cases Suggestive of Reincarnation, Where Reincarnation and Biologiy Intersect, memperkenalkan hasil penelitian Dr. Ian Stevenson, dari Universitas Virginia, Amerika, tentang bukti-bukti yang berhubungan dengan adanya kehidupan masa lalu dan reinkarnasi. Reinkarnasi dalam pengertian hukum positip sulit dibuktikan sebagai suatu kenyataan ingatan kehidupan masa lalu, karena kemampuan daya ingat otak manusia sangat terbatas. Namun dalam keadaan tertentu, tanpa disadari atau terjadi perubahan kesadaran maka ingatan dibawah sadar tersebut akan muncul kepermukaan, dan dapat menguraikan dengan jelas tentang pengalaman-pengalaman pada kehidupan sebelumnya. Buku-buku diatas telah mencatat kasus kasus kehidupan masa lalu seseorang, terutama pada anak-anak dibawah tiga tahun. Dalam keadaan hinotis dimana kesadarannya menurun namun dapat mengungkapkan secara terperinci pengalaman-pengalaman kehidupan masa lalunya. Kemudian cerita yang diungkapkan tersebut dilakukan cross check  dengan menelusuri, nama tempat tahun atau yang lainnya, ternyata banyak benarnya. Ian Stevenson telah meneliti lebih dari duaribuan anak dari berbagai belahan dunia.
              Salah satu kasus yang paling bagus pembuktian kebenarannya yaitu seorang gadis muda dari India bernama  Shanti Devi, yang tinggal di Delhi (lahir tahun 1926) yang pada umur tiga tahun mulai mengingat dan bercerita tentang hal-hal dari kehidupan masa lalu di kota Muttra yang jauhnya delapan puluh mil. Dia mengatakan bahwa dia telah menikahi seorang saudagar kain, melahirkan seorang anak laki-laki dan meninggal dunia sepuluh tahun kemudian, dan banyak pernyataan yang diceritakan secara detail tentang kehidupan masa lalunya sampai ia berumur 9 tahun. Pernyataan-pernyataan itu direkam. Suatu komisi dibentuk untuk merencanakan dan menyaksikan kunjungannya ke Muttra, tempat keluarga yang sering disebut oleh Shanti Devi,  dan menyaksikan bahwa ia benar-benar mengenali sanak saudaranya yang lain dimasa lalu, mengetahui dengan detail jalan kerumahnya yang dahulu dikenalinya, dan bahkan mengungkapkan bahwa ada uang yang disembunyikannya di dalam rumah tersebut. Tempat persembunyiannya ditemukan dan bekas suaminya mengakui dia telah memindahkan uang tersebut. Jadi apa yang diceritakan oleh Shanti Devi itu memang benar-benar nyata.

2.5       Moksa Dalam Brhad-aranyaka Upanisad
             Moksha adalah Kebebasan Paripurna. Keselamatan atau Pembebasan adalah tujuan terakhir dari empat pilar yang menyangga struktur kehidupan kita. Tiga pliar lainnya adalah Dharma atau Kebajikan, Artha atau Kekayaan dan Kama atau Keinginan.
          Lazimnya, moksha diartikan sebagai "kebebasan dari siklus kehidupan dan kelahiran." Telah ada banyak pembicaraan, diskusi dan penelitian ilmiah pada subjek kehidupan setelah kematian, kehidupan setelah kehidupan, pengalaman dekat kematian, reinkarnasi dan seterusnya. Kendati demikian, moksha tetaplah sebuah misteri, karena ini bersinggungan dengan sebuah situasi di balik kehidupan dan di balik kematian. Dalam Brhad-aranyaka Upanisad pada Bab V.10.1 dijelaskan mengenai jalan sesudah kematian, yaitu:
“Yada vai puruso’smal lokat praiti, sa vayum agacchati tasmai sa tatra vijihite yatha ratha-cakrasya kham; tena sa urdhva akramate, sa adityam agacchati; tasmi sa tatra vijihite yatha lambarasya kham; tena sa urdhva akramate, sa candramasam agacchati, tasmai sa tatra vijihite yatha dundubheh kham; tena sa urdhva akramate. Sa lokam agacchaty asokam ahimam; tasmin vasati sasvatih samah.”
Terjemahan :
Sesungguhnya ketika seseorang meninggalkan dunia ini, dia pergi ke udara. Udara terbuka dengan sendirinya untuk dia disana sebagai lobang pada roda kereta. Melalui lobang itu dia menuju ke atas. Dia pergi ke matahari. Disana pun terbuka untuknya seperti lubang sebuah lambara. Melalui hal ini dia terus menuju ke atas. Dia mencapai bulan. Disana bulan juga terbuka untuknya seperti lubang sebuah gendering. Melalui lubang itu dia terus menuju ke atas. Dia menuju dunia yang terbebas dari kesedihan, bebas dari salju. Disana dia bermukim dalam tahun-tahun abadi.
         Dalam Brhad-aranyaka Upanisad III.5.1 dijelaskan mengenai kelepasan sebagai jalan untuk mengerti Brahman. Supaya orang dapat memperoleh kelepasan atau moksa yaitu bebas dari kelahiran kembali, yang  tiada awal dan tiada akhirnya itu, ia harus membinasakan keinginannya atau mengendalikan nafsu-nafsu  yang jahat. Syarat untuk menghapuskan diri sendiri,  yaitu  pengenalan bahwa atman adalah brahman. Manusia dalam  mencapai  sampai tingkatan  hidup ini memerlukan latihan dan waktu yang lama sekali. Brhad aranyaka Upanisad Bab IV.4.7 menjelaskan :
“tad esa sloko bhavati: yada sarve pramucyante kama ye’sya hrdi sritah, atha martyo’mrto bhavati, atra brahma samasnute iti tad yathahinirvlayani valmike mrta pratyasta sayita, evam evadam sariram sate. Athayam asariro mrtah prano brahmaiva, teja eva; so’ham bhagavate sahasram dadami, iti hovaca janako vaidehah.”
Terjemahan :
Mengenai hal ini ada kalimat berikut : “ketika semua nafsu yang dipendam dalam hati dibuang jauh, barulah manusia fana ini akan menjadi abadi, kemudian barulah dia mencapai Brahman disini (dalam tubuh ini).” Sama juga seperti kulit ular tergeletak di sarang semut, mati, tercampakkan, begitu pulalah tubuh ini. Tetapi yang hidup tanpa tubuh ini, yang abadi adalah Brahman saja, yang adalah sinar, Yang Mulia.’ 






















BAB III
PENUTUP

3.1       Simpulan
            Dapat disimpulkan bahwa dengan mempelajari kitab Upanisad pembaca dapat memahami tentang pokok-pokok ajaran Panca Sradha yang terdapat hampir di semua bagian kitab tersebut. Khususnya kitab Brhad-aranyaka Upanisad memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa Brahman itu bersifat Neti-neti, artinya bukan kasar, bukan pendek, bukan bayangan ,tanpa ukuran, dan sejenisnya. Jadi, Brahman bukanlah suatu substansi dan tidak memiliki sifat. Secara positif Brahman dapat dinyatakan dengan ungkapan sat-cit ananda.
Sama halnya dengan Brahman, atman bukan digambarkan seperti ini,(neti neti), Atman tidak dapat dilihat,tidak dapat dirasakan, Tidak terhancurkan,dan juga tidak hancur. Tidak pernah menderita,tidak pernah merasakan rasa sakit,atau tidak dapat terluka. Tidak terikat,dan tidak pernah terikat dengan apapun. Ketika berhubungan dengan tubuh dan di bawah pengaruh dari ketidak perdulian kosmis (avidya atau maya), atman melupakan sifat alaminya dan dengan salahnya mengidentifikasikan dirinya dengan tubuh. Pengindentifikasian yang salah ini adalah penyebab dari keterikatan dengan keberadaan materi dan kesenangan, rasa sakit dan penderitaan dalam siklus kelahiran dan kematian dalam dunia yang penuh dengan peristiwa.
Karma Phala dalam Brhadaranyaka Upanisad dijelaskan dalam bab III.2.13: “Punye vai punyena karmana bhawati papah papeneti.” Terjemahannya: Yang dipuji adalah karma. Sesungguhnya yang menjadikan orang itu berkeadaan baik adalah perbuatannya yang baik, dan yang menjadikan orang itu berkeadaan buruk adalah perbuatannya yang buruk. Samsara atau Punarbawa terjadi sebagai pahala atas karma yang belum sempurna semasa manusia hidup. Ketidak sempurnaan karma bersumber pada maya yang mengikat atman. Bentuk maya antara lain kenikmatan-kenikmatan duniawi, pikiran, kemauan, dan keinginan.  Untuk dapat lepas dari ikatan Samsara, seseorang harus menumpas nafsu keinginanya , dengan mengetahui bahwa Atman adalah Brahman, sehingga ia sampai dapat mencapai pengetahuan yang sejati atau “Jnana”, dan selanjutnya akan mencapai“Moksa”, yaitu kelepasan dan kesadaran bahwa segala sesuatunya adalah satu, dalan arti bersatu dengan Brahman, maka ia disebut “Jiwan Mukta”. Hal ini dijelaskan dalam Brhad-aranyaka Upanisad IV.4.6.

Moksha diartikan sebagai "kebebasan dari siklus kehidupan dan kelahiran." Telah ada banyak pembicaraan, diskusi dan penelitian ilmiah pada subjek kehidupan setelah kematian, kehidupan setelah kehidupan, pengalaman dekat kematian, reinkarnasi dan seterusnya. Kendati demikian, moksha tetaplah sebuah misteri, karena ini bersinggungan dengan sebuah situasi di balik kehidupan dan di balik kematian. Dalam Brhad-aranyaka Upanisad III.5.1 dijelaskan mengenai kelepasan sebagai jalan untuk mengerti Brahman. Supaya orang dapat memperoleh kelepasan atau moksa yaitu bebas dari kelahiran kembali, yang  tiada awal dan tiada akhirnya itu, ia harus membinasakan keinginannya atau mengendalikan nafsu-nafsu  yang jahat yang sudah dijelaskan dalam Brhad aranyaka Upanisad Bab IV.4.7.

No comments:

Post a Comment

SEJARAH SINGKAT PURA AGUNG BATAN BINGIN DESA PEJENG KAWAN, KEC.TAMPAK SIRING

Bila dicermati dari tinggalan-tinggalan purbakala yang ada di Pura Agung Batan Bingin, seperti Arca Budha di Ratu Melanting dan arca-arca ya...